Darmin: Dana Kampanye Hitam UE untuk Sawit RI Lebihi Iklan Coca-Cola

12 April 2019 19:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Darmin Nasution, Menteri Perekonomian Foto: Garin Gustavian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Darmin Nasution, Menteri Perekonomian Foto: Garin Gustavian/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, langkah Komisi Uni Eropa (UE) mengklasifikasikan produk kelapa sawit Indonesia sebagai komoditas bahan bakar nabati tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi (Delegated Act) tanpa alasan dan diskriminatif.
ADVERTISEMENT
Dalam kunjungannya ke Brusel beberapa hari yang lalu, salah satu pimpinan perusahaan di Italia menceritakan mengeluarkan dana besar untuk kampanye hitam sawit Indonesia. Bahkan, dana tersebut lima kali lipat lebih tinggi dari promosi iklan Coca-Cola.
"Ada yang menceritakan dari perusahaan di Italia, dia bilang 'kita itu biaya promosi kampanye sawit negatif itu lima kali lebih besar dari biaya promosinya Coca-Cola. Coca-Cola selalu lebih besar kan promosinya dari biaya promosi di manapun," kata Darmin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (12/4).
Tak hanya itu, persepsi mengenai produk kelapa sawit Indonesia yang merusak lingkungan juga sudah ada di benak masyarakat Eropa. Hal ini juga dinilai sebagai sesuatu yang tak beralasan.
ADVERTISEMENT
"Kampanye sawit kita di sana sudah masuk kampanye hitam, berjalan lama dan masif. Bukan hanya di parlemen, tapi di masyarakatnya, di konsumennya," jelasnya.
Menurut Darmin, kebijakan yang dilakukan Komisi UE tersebut juga tidak memiliki kajian yang pasti. Bahkan, kata dia, Komisi UE yang menyebut minyak kedelai AS lebih rendah risiko dibandingkan kelapa sawit tidak berdasarkan studi yang memadai.
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu menduga UE sengaja memperlakukan AS secara spesial, karena saat ini Presiden AS Donald Trump tengah mengancam UE untuk perang dagang.
"Jadi terlihat ini politik karena mereka juga terlibat perang dagang dengan AS, karena alumunium mereka kena tarif. Mereka coba tawarkan sesuatu ke AS. Dari diskusi kami terlihat pemahaman mereka dengan fakta yang ada di sini gap-nya besar," jelasnya.
Pekerja membongkar buah kelapa sawit di unit pemrosesan minyak kelapa sawit milik negara. Foto: REUTERS / Tarmizy Harva
Komisi UE akan mengajukan Delegated Act itu kepada Parlemen Uni Eropa. Parlemen Uni Eropa memiliki waktu dua bulan untuk memutuskan menerima atau menolak keputusan tersebut.
ADVERTISEMENT
Komisi UE berkesimpulan bahwa 45 persen dari ekspansi produksi minyak sawit sejak 2008 menyebabkan kerusakan hutan, lahan basah atau lahan gambut, dan pelepasan gas rumah kaca yang dihasilkan.
Itu dibandingkan dengan delapan persen untuk kedelai dan satu persen untuk bunga matahari dan rapeseed. Pihaknya menetapkan 10 persen sebagai batas minimal bahan baku yang lebih sedikit dan lebih berbahaya.