Darmin Tak Percaya Data BPS Indonesia Dibanjiri Impor Minyak Goreng

25 Juni 2019 18:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution hadiri rakor pembahasan harga tiket pesawat. Foto: Zaki/Humas Kemenko Perekonomian
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution hadiri rakor pembahasan harga tiket pesawat. Foto: Zaki/Humas Kemenko Perekonomian
ADVERTISEMENT
Impor minyak goreng yang meningkat cukup tajam pada bulan lalu terekam dalam data Badan Pusat Statistik (BPS). Paling banyak, impor minyak goreng berasal dari Malaysia dan Papua Nugini.
ADVERTISEMENT
Namun, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengaku tak percaya terkait data tersebut. Menurut dia, harus ada penjelasan lebih rinci dari data yang disampaikan BPS soal impor minyak goreng tersebut.
"Saya tidak percaya ada yang itu (impor minyak goreng). Artinya ada penjelasan, karena apa?" kata Darmin di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/6).
Darmin bahkan bersikeras bahwa harga minyak goreng di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan negara lain. Sehingga, seharusnya tak ada alasan Indonesia mengimpor minyak goreng.
"Harga minyak goreng kita lebih murah dari lain. Bagaimana impor? Saya harus cek dulu itu," ujarnya.
Berdasarkan data BPS, impor minyak goreng selama Mei 2019 mencapai USD 16,2 juta atau 28.534 ton, atau naik 252,1 persen dibandingkan Mei tahun lalu yang hanya USD 4,6 juta atau 4.213 ton.
ADVERTISEMENT
Impor minyak goreng tersebut juga meningkat 42,1 persen jika dibandingkan April 2019 yang senilai USD 11,4 juta atau 15.382 ton.
Berdasarkan negara asalnya, impor minyak goreng paling banyak dari Malaysia, senilai USD 8,6 juta atau 16.227 ton di Mei 2019. Nilai tersebut naik enam kali lipat atau 514 persen dibandingkan bulan sebelumnya senilai USD 1,4 juta atau 1.377 ton.
Begitu juga jika dibandingkan periode Mei 2018 yang senilai USD 2,0 juta atau 1.888 ton, impor minyak goreng asal Malaysia meningkat 330 persen (yoy).
Selanjutnya, selama Mei 2019 impor minyak goreng dari Papua Nugini tercatat senilai USD 2,4 juta atau 5.566 ton, nilainya meningkat 1.630 persen jika dibandingkan April 2019 yang sebesar USD 141.048 atau 216 ton.
ADVERTISEMENT
Begitu juga jika dibandingkan dengan Mei 2018 yang hanya USD 1,2 atau 1.085 ton, impor minyak goreng asal negeri yang berbatasan dengan Papua tersebut meningkat dua kali lipatnya atau 100 persen (yoy).
Minyak goreng asal Thailand selama bulan lalu senilai USD 1,8 juta atau 2.149 ton. Nilai tersebut meningkat 63 persen (mtm) dan meningkat lebih dari dua kali lipatnya atau 135 persen (yoy).
Adapun minyak goreng asal Singapura selama Mei 2019 senilai USD 22.392 atau 17,6 ton, nilainya turun 99 persen (mtm) dan turun 73 persen (yoy).
Minyak goreng curah di pasar Foto: Antara Foto
Sementara impor minyak goreng dari negara lainnya selama bulan lalu sebesar USD 906.763 atau 852 ton, nilainya meningkat 49,2 persen (mtm) dan naik 104 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
Secara kumulatif sejak Januari-Mei 2019, impor minyak goreng mencapai USD 43 juta atau 61.861 ton, nilainya meningkat 54,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar USD 27,9 juta atau 24.517 ton.
Senada dengan Darmin, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, memprediksi bahwa data yang dimaksud BPS bukan merupakan impor minyak goreng yang berbahan baku dari kelapa sawit.
"Saya kira itu kekeliruan pemahaman. Memang ada impor, tapi menurut catatan kami dari Malaysia terutama, itu bukan minyak goreng (sawit)," ujarnya.
Sahat menjelaskan, impor yang dilakukan Indonesia yakni seperti minyak biji bunga matahari atau sunflower seed oil dan rapeseed oil. Jenis minyak tersebut bukan merupakan minyak yang dipakai memasak oleh sebagian masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT