Defisit Anggaran Indonesia Dinilai Terlalu Ketat, Hambat Pertumbuhan Ekonomi

10 Juni 2020 19:39 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Mulyani dan Jokowi Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani dan Jokowi Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah telah memutuskan memperlebar defisit anggaran dalam APBN 2020 hingga 5,07 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau menembus batas defisit 3 persen yang diatur dalam Undang-Undang (UU). Adapun pelebaran defisit anggaran sejalan dengan kebijakan pemerintah menambah anggaran belanja sebesar Rp 405,1 triliun tahun ini.
ADVERTISEMENT
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, keputusan pemerintah memperlebar defisit APBN memang tepat untuk dilakukan di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini. Bahkan menurut Piter, selama ini defisit APBN yang ditetapkan sebesar 3 persen sebenarnya terlalu ketat dan perlu dievaluasi.
“Tiga persen itu ketat sekali. Saya usul, 3 persen perlu ditinjau kembali,” ungkap Piter dalam Live Instagram, Rabu (10/6).
Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah Redjalam. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Menurut Piter, selama ini Indonesia sangat disiplin fiskal. Bahkan dengan terus menjaga defisit anggaran di 3 persen, Indonesia dinilai terlalu disiplin. Piter menganalogikan Indonesia selayaknya orang kurus yang diminta untuk diet. Hal ini tentunya bukan kondisi yang ideal.
Piter mengatakan, disiplin fiskal sangat perlu. Namun hal tersebut harus dilakukan sesuai porsinya.
ADVERTISEMENT
“Kita terlalu disiplin. Ibarat orang diet, Indonesia itu orang kurus disuruh diet. Kita memang perlu disiplin. Tapi harus kita liat ukurannya. Perlukan kita diet seketat itu?” ujar Piter.
Dengan disiplin yang terlalu ketat ini, Piter mengatakan ruang gerak Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi terbatas. Apalagi rasio utang terhadap PDB Indonesia masih rendah.
“GDP rasio kita masih rendah. Membuat kita enggak punya ruang cukup lebar untuk push pertumbuhan ekonomi kita. Saya kurang sependapat dengan 3 persen karena terlalu ketat,” tandasnya.