Defisit Neraca Dagang di November 2018 Terparah dalam Lima Tahun

17 Desember 2018 13:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal Ekspor Indonesia di Tanjung Priok (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Ekspor Indonesia di Tanjung Priok (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Neraca perdagangan selama November 2018 mengalami USD 2,05 miliar, merupakan yang terparah sepanjang tahun ini. Tak hanya itu, defisit neraca dagang juga yang terparah sejak lima tahun lalu, tepatnya di Juli 2013 yang mencatatkan defisit USD 2,03 miliar.
ADVERTISEMENT
Direktur Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Anggoro Dwitjahyono, mengatakan defisit disebabkan laju impor yang tumbuh lebih cepat dibandingkan ekspor.
"Ini defisit yang terdalam memang sepanjang tahun ini, cukup besar. Kalau dibandingkan Juli 2013, iya beda sedikit," ujar Anggoro di kantornya, Jakarta, Senin (17/12).
Sepanjang bulan lalu, laju ekspor tercatat USD 14,38 miliar, turun 6,69 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan turun 3,28 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara laju impor pada periode November 2018 mencapai USD 16,88 miliar atau turun 4,47 persen (mtm), namun masih tumbuh positif 11,68 persen (yoy).
Secara rinci, impor migas masih menjadi penyebab utama anjloknya neraca dagang sejak awal tahun ini. Impor migas mengalami defisit USD 1,46 miliar sejak Januari hingga November 2018, sementara impor nonmigas defisit USD 583 juta.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan golongan barangnya, impor nonmigas yang meningkat cukup tinggi adalah benda-benda dari besi dan baja yang naik 54,14 persen, disusul oleh kenaikan impor serelia sebesar 30,17 persen, serta impor besi dan baja yang naik 27,8 persen sejaK Januari hingga November 2018.
Bongkar muat baja (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Bongkar muat baja (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
"Tentu kita berharap ke depan bisa menggenjot ekspor dan mengendalikan impor menjadi lebih berhasil. Sehingga ke depan neraca perdagangan kita ke depan kembali akan surplus," katanya.
Berdasarkan negara asal impor tak mengalami banyak perubahan dari sebelumnya. Secara kumulatif, China masih mendominasi pangsa impor Indonesia sebesar USD 40,8 miliar atau tumbuh 28,07 persen, disusul oleh Jepang sebesar USD 16,6 miliar atau tumbuh 11,41 persen.
Negara lainnya Thailand sebesar USD 10,09 miliar ataum 6,94 persen, Singapura sebesar USD 8,89 miliar atau 6,11 persen, serta Amerika Serikat (AS) sebesar USD 8,39 miliar atau 5,76 persen.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, untuk negara tujuan ekspor, Suhariyanto menilai, Indonesia sudah mulai membuka pasar nontradisional, seperti ke Turki. Selama Januari hingga November 2018, ekspor RI ke Turki mencapai 3,31 persen.
"Ekspor ke Turki itu selama Januari hingga November, peningkatan ekspornya 3,31 persen. Komoditasnya ada serat, logam, minyak dan hewan nabati, ada beberapa pasar yang bukan pasar utama. Ini bagus sekali," katanya.
Sementara negara tujuan ekspor Indonesia utamanya masih ke China sebesar USD 22,7 miliar atau tumbuh 15,12 persen selama Januari hingga November 2018, disusul AS sebesar USD 16,19 miliar atau tumbuh 10,78 persen, serta Jepang USD 15,15 miliar atau tumbuh 10,09 persen.