Di-bully karena Morowali, Luhut: Freeport 55 Tahun Tidak Ada Nilai Tambah

9 Juni 2022 17:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (9/9). Foto: Fanny Kusumawardhani
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (9/9). Foto: Fanny Kusumawardhani
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah mengejar industri hilirisasi baterai listrik yang menggunakan bahan baku nikel. Morowali, Sulawesi Tengah, menjadi kawasan industri ini.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan banyak pihak yang meremehkan investasi industri di Morowali ini yang menurutnya memiliki nilai tambah dari mengolah dari hulu hingga hilir.
"Saya sekarang di-bully habis mengenai Morowali. Sekarang salah satu motor kita Morowali dan sekitarnya itu ada 7 atau 8, itu yang membuat ekonomi baik, itu baru satu putaran," katanya dalam rapat dengan Banggar DPR RI, Kamis (9/6).
Luhut pun membandingkan proyek ini dengan tambang tembaga yang digarap PT Freeport Indonesia. Menurut dia, perusahaan yang induknya ada di Amerika Serikat ini tidak memiliki nilai tambah di Indonesia, padahal beroperasi sudah hampir satu abad.
“Kita lihat Freeport sudah 55 tahun (beroperasi). Apa nilai tambah dari sana? Tidak ada,” kata Luhut.
Sejumlah pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Tak hanya Morowali, hilirisasi yang juga dibangun Indonesia ada di Kalimantan Utara juga menjadi kawasan industri hijau untuk proyek baterai listrik yang menjadi tempat menarik investor asing.
ADVERTISEMENT
“Ini investasi (hilirisasi) sampai USD 132 miliar sampai 2029. Ini bukan angka yang kecil,” katanya.
Tidak hanya baterai listrik, Kemenkomarves menyiapkan investasi lain seperti petrokimia, aluminium elektronik, baja, industrial silicon, dan polycrystalline silicon. Pendapatan terbesar tercatat di sektor petrokimia sebesar USD 67 per tahun.
"Kita lihat Indonesia akan jadi produsen baterai lithium nomor 1 pada kuartal pertama atau kuartal kedua di tahun 2027. Kalau tidak nomor 1, nomor 2," tambahnya.