Di Masa Pandemi, Modal Jadi Penentu Kinerja Perbankan RI

9 Juli 2020 20:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perbankan menjadi salah satu industri yang terdampak pandemi COVID-19. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengamini, kondisi saat ini sangat memukul perbankan.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto, mengatakan bahwa sektor bank selama beberapa tahun ini menunjukkan kinerja yang positif. Perbankan bahkan masih mampu bertahan saat krisis melanda hingga digempur perang dagang AS-China.
“Sampai 2019, ada perang dagang AS-China tapi kita tetap tumbuh, yang meredakan pertumbuhan hanya masalah COVID-19 saja. Awal terjadinya COVID-19 di Desember sampai Mei, itu benar-benar meredam pertumbuhan yang selama ini meningkat. Jadi luar biasa memang COVID-19 ini," ujar Anung dalam diskusi virtual Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank, Kamis (9/7).
Jika dilihat dari sisi aset, perbankan terus menunjukkan pertumbuhan yang positif, meskipun mengalami perlambatan. Dari 2015 ke 2016, aset perbankan nasional tumbuh 10,4 persen, 2017 tumbuh 9,77 persen, 2018 tumbuh 9,22 persen, hingga di 2019 mulai melambat 6,13 persen menjadi Rp 8.562 triliun.
ADVERTISEMENT
Untuk pertumbuhan kredit, selama 2016 tumbuh 9,6 persen, 2017 sebesar 9,35 persen, 2018 sebesar 6,54 persen, hingga 2019 tumbuh 6,54 persen.
Kondisi jalan MH Thamrin yang sepi di Jakarta, Senin (6/4) pukul 09.14 WIB. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sedangkan untuk dana pihak ketiga (DPK) pada 2016 tumbuh 7,87 persen, naik di 2017 menjadi 8,24 persen, 2018 naik 11,75%l persen, dan 2019 mulai melambat 6,08 persen menjadi jadi Rp 5.616 triliun.
Sementara di Mei 2020, pertumbuhan total aset hanya 0,59 persen, kredit 2,93 persen, dan DPK hanya 0,6 persen.
Perbankan juga dinilai semakin selektif dalam menyalurkan kredit akibat pandemi virus corona. Berdasarkan riset Infobank, risiko kredit bank hingga April 2020 meningkat ke 2,89 persen (gross), sementara rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR) menurun ke 91,55 persen.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut pun dirasakan oleh PT Bank Bukopin Tbk, yang saat ini masih dalam proses untuk memperbaiki likuiditas dengan penambahan modal. Hal tersebut juga menjadi alasan bank ini melakukan penawaran umum terbatas, yang berujung pada peningkatan kepemilikan KB Kookmin Bank.
Direktur Utama Bank Bukopin, Rivan A Purwantono, menuturkan bahwa bank dituntut untuk melakukan penguatan internal demi menjaga kualitas kredit. Baik berupa tambahan modal dan likuiditas hingga penyelesaian kredit bermasalah.
“Menghadapi tekanan kualitas kredit, bank akan melakukan penguatan internal untuk menjaga kualitas kredit serta melakukan percepatan penyelesaian kredit bermasalah," katanya.
irut Bank Bukopin, Rivan Purwantono (Tengah) memberi keterangan pers kepada pimpinan media massa, Kamis (2/7). Foto: Dok. Istimewa
Dari data OJK, hingga 22 Juni 2020 total restrukturisasi kredit di perbankan mencapai Rp 695,34 triliun. Secara rinci, Rp 307,8 triliun untuk sektor UMKM dan Rp 387,52 triliun untuk sektor non-UMKM.
ADVERTISEMENT
Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto, menjelaskan bahwa perbankan butuh tambahan modal besar demi menjaga posisi likuiditas tetap terjaga di situasi pandemi saat ini. Menurutnya, tak masalah jika kepemilikan saham asing di suatu bank harus bertambah, asalkan kinerja bank bisa kembali melesat.
"Setor modal bagi bank adalah harus. Kita harus menghargai pemilik bank yang rajin setor modal. Selain memperkuat bank, tapi sekaligus menunjukkan komitmen dalam membesarkan bank, karena bank itu bisnis jangka panjang yang padat modal,” katanya.
Hingga saat ini total ada 40 bank umum di Indonesia yang masuk status kepemilikan asing.
Dari jumlah tersebut, bank dalam kepemilikan asing yang asetnya di atas Rp 100 triliun di antaranya Bank Danamon, CIMB Niaga, Maybank Indonesia, OCBC NISP, UOB Indonesia, Permatabank, dan MUFG Bank
ADVERTISEMENT
"Porsi kepemilikan tidak menjadi masalah, yang penting kontribusinya kepada perekonomian Indonesia, menjalankan fungsi intermediasi agar dunia usaha berjalan,” kata Eko.
Ilustrasi BNI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk, Ryan Kiryanto, juga menuturkan bahwa modal menjadi sangat penting bagi perbankan di tengah pandemi. Dengan modal yang cukup, bank bisa lebih kuat lagi dalam mendukung operasionalnya.
Menurut dia, ada dua cara yang bisa dilakukan bank untuk menjaga kecukupan modalnya, yakni melalui suntikan modal langsung dari pemegang saham pengendali atau bisa dengan tidak membagikan dividen.
"Perbankan harus 'lari maraton' dalam jangka panjang ini untuk bertahan. Sampai kita benar-benar tau kapan produksi vaksin dan pendistribusiannya," tambahnya.