Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Dihambat Tarif Impor AS, Industri Baja China Malah Raih Lonjakan Laba
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dengan penurunan kapasitas produksi sebanyak itu, indeks harga baja China mengalami kenaikan, hingga mendorong industri baja Negeri Tirai Bambu itu meraih lonjakan laba. Salah satunya produsen besi baja China, Xinjiang Ba Yi Iron and Steel Co.
Dikutip dari Xinhua, pabrik besi baja yang berada di Urumqi, Xinjiang itu, membukukan laba bersih 1,17 miliar yuan atau dengan kurs saat ini setara dengan Rp 2,5 triliun. Angka itu naik 30 kali lipat dibadingkan tahun 2016.
Padahal pada 2014 dan 2015, industri yang bernaung di bawah Baosteel Group itu mencatatkan kerugian masing-masing 2 miliar yuan. Mengutip laporan keuangannya ke Shanghai Stock Exchange, pabrik baja yang berdiri sejak 1951 itu, pada 2017 mencatatkan kenaikan pendapatan 69,44% atau sebesar 16,76 miliar yuan.
ADVERTISEMENT
Penyelidikan serupa juga dilakukan Bursa Efek Shenzhen pada Hunan Valin Steel, yang berada di bawah "perlakuan khusus" sejak Mei 2017. Penyelidikan dilakukan, karena Valin mencatatkan kerugian di tahun-tahun sebelumnya.
Seperti Ba Yi, pada 2017 Valin meraih laba bersih 4,12 miliar yuan, atau yang terbesar di antara perusahaan baja yang terdaftar di bursa. Raihan laba ini kontras dengan kerugian hampir 3 miliar yuan pada tahun 2015 dan lebih dari 1 miliar yuan pada 2016.
Secara kumulatif, 11 industri baja yang melantai di bursa telah melaporkan kinerja 2017 mereka. Total laba bersih yang diraih mencapai 20,13 miliar yuan. Angka itu berbanding terbalik dengan kerugian 1,25 miliar yuan pada 2016.
Lonjakan laba yang diperoleh industri baja China diperkirakan merupakan buah dari pemangkasan produksi yang dilakukan negara itu. Sejak 2016, China menurunkan kapasitas produksi bajanya hingga 115 juta ton, hal ini mendorong kenaikan harga komoditas tersebut.
ADVERTISEMENT
Data dari Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional, menunjukkan indeks komposit baja China naik 24,09% YoY menjadi 124,05 poin pada Desember 2017. Kebijakan pemangkasan produksi ini masih akan berlanjut pada 2018, sebesar 30 juta ton dari kapasitas nasional.