Diprediksi Susah Punya Rumah, Milenial Diminta Kurangi Beli Kopi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan PT Sarana Multigriya Finansial (PT SMF) Heliantopo meyakini kaum milenial dapat memiliki rumah sendiri asal ada kemauan. Untuk itu, ia menyarankan kepada anak muda untuk mengurangi konsumsi membeli kopi .
Meminum kopi kini sudah menjadi gaya hidup bagi generasi milenial dan bukan sekadar minuman penghilang rasa kantuk. Hal ini tercermin dari menjamurnya kafe atau kedai-kedai penjual minuman dari seduhan bubuk kopi di seluruh nusantara.
Berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian konsumsi kopi nasional pada 2016 mencapai sekitar 250 ribu ton dan tumbuh 10,54 persen menjadi 276 ribu ton. Konsumsi kopi Indonesia sepanjang periode 2016-2021 diprediksi tumbuh rata-rata 8,22 persen per tahun. Pada 2021, pasokan kopi diprediksi mencapai 795 ribu ton dengan konsumsi 370 ribu ton, sehingga terjadi surplus 425 ribu ton.
ADVERTISEMENT
Kapan Waktu yang Tepat Beli Rumah?
Menurut Topo, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi kaum milenial untuk membeli rumah. Ia menilai, suku bunga dalam kondisi apapun tidak akan mengubah suplai tanah.
"Mau bunga naik, mau bunga seperti apa. Belilah rumah sekarang, karena suplai rumah, tanah itu kan tidak diproduksi. Jadi artinya cepat atau lambat akan ada keterbatasan," ungkapnya.
Selain itu, Ia juga melihat, rumah sebagai kebutuhan dasar setiap manusia. Sudah seharusnya, manusia memiliki tempat tinggal yang layak huni.
Selain itu, Topo menganggap kaum milenial tetap bisa memiliki rumah, karena mereka mempunya penghasilan. Apalagi, penghasilan mereka berada di segmen yang sama dengan masyarakat lainnya untuk melakukan kredit pemilikan rumah.
Ia mengasumsikan, apabila milenial memiliki penghasilan dengan range di atas Rp 5 juta, mereka dapat mengambil Program Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP).
ADVERTISEMENT
"FLPP bisa, sangat bisa. Rp 5 juta, cicilannya Rp 1 juta lebih. Cuma kalau milenial penghasilan Rp 5 juta ke atas, biaya ngopi Rp 4 juta. Nah sisanya Rp 1 juta dibagi 3, cuma bisa mencicil Rp 300 ribu," kata Topo sembari tertawa.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendukung keterjangkauan pemilikan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah menilai dengan perumahan yang layak dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia dapat memberikan dampak sosial dan ekonomi yang positif khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.
"Katakanlah rumah FLPP, mereka masukkan di range itu. Kalau masuk di range itu ambil rumah FLPP," jelasnya.
Topo juga merasa apabila kaum milenial memiliki penghasilan yang lebih banyak, mereka dapat mengambil rumah komersial. "Saya masih berkeyakinan bahwa kalau ditanya milenial tidak bisa punya rumah, harusnya bisa," pungkas Topo.
ADVERTISEMENT