Dirut Garuda Buka-bukaan soal Kondisi Perusahaan di Tengah Pandemi

4 Mei 2020 20:04 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Garuda Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Garuda Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Industri maskapai penerbangan merupakan sektor yang terdampak paling awal karena adanya pandemi virus corona (COVID-19). Frekuensi penerbangan merosot tajam karena berbagai kebijakan terkait dengan pembatasan aktivitas masyarakat demi memutus rantai penularan corona.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini juga harus dialami oleh maskapai pelat merah Garuda Indonesia. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan, kini industri maskapai penerbangan babak belur menghadapi kondisi yang ada: penutupan penerbangan ke China, pembatalan haji dan umroh, hingga adanya larangan mudik.
“Kalau teman-teman sudah dua bulan, kita lebih dini, indikasi terdampak mulai saat memutuskan menghentikan rute ke China. Kemudian haji umroh ditutup, secara industri, maskapai Garuda termasuk yang salah satu yang kena impact lebih awal,” ungkap Irfan saat live bersama kumparan, Senin (4/5).
Namun menurut Irfan Setiaputra, Garuda Indonesia tidak bisa hanya memikirkan keberlangsungan industri secara hitung-hitungan bisnis alias untung rugi. Sebagai national flag carrier, menurut Irfan, Garuda memiliki kewajiban untuk tetap melayani permintaan penerbangan dalam kondisi tertentu.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Misalnya di saat pandemi ini, banyak WNI yang berada di luar negeri dan ingin kembali ke tanah air, maka Garuda Indonesia harus siap terbang untuk melakukan penjemputan. Pun sebaliknya, ada banyak WNA yang saat ini ada di Indonesia dan juga ingin pulang ke negaranya masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Banyak orang enggak tahu, secara konstitusi negara, ada wakil negara kita di luar negeri minta dipulangkan, itu negara harus pulangin atas biaya negara. Kayak kasus ABK yang terjebak di kapal, harus kita bawa pulang. Oleh sebab itu, kita memahami kebutuhan tersebut, kita memahami mandat kita dari awal. Kita masih terbang ke tempat yang selama ini kita terbang. Kecuali dilarang seperti ke China dan Jeddah,” ujarnya.
“Enggak boleh bilang wah enggak untung nih, isinya kosong nih. Seperti beberapa airline yang dengan mudah dan enak memutuskan seperti itu. Kita enggak bisa. Enggak sesederhana itu,” sambungnya
Irfan mengaku saat ini Garuda masih melayani beberapa rute internasional seperti tujuan ke Amsterdam, Australia, Hong Kong, Jepang, dan Korea. Meskipun Irfan tak menampik bahwa frekuensi terbang ke rute-rute internasional sudah dipangkas. Alasannya, banyak kursi kosong dalam satu penerbangan. Garuda hanya melayani penerbangan rute internasional tersebut dengan frekuensi satu kali dalam seminggu.
ADVERTISEMENT
Sepinya penerbangan sangat dirasakan oleh Garuda Indonesia. Irfan mencontohkan penerbangan rute dari Jakarta ke Amsterdam misalnya. Saat berangkat dari Jakarta ke Amsterdam, tingkat keterisian masih baik bahkan nyaris penuh karena ternyata banyak warga negara Eropa yang memutuskan pulang.
Namun untuk rute sebaliknya yaitu dari Amsterdam ke Jakarta, tingkat keterisian hanya mencapai 20 hingga 30 persen. “Makin lama memang makin berkurang. Kita mengurangi frekuensinya sedemikian rupa. Tapi kita pastikan tetap ada perjalanan ke sana. Memang kita akan menyaksikan kalau pandemi ini berlangsung terus, penerbangan kita akan kosong. Mungkin satu kali akan kita ubah satu kali sebulan,” ujarnya.