Disebut Ahok Kemahalan, ESDM Sebut Proyek Gasifikasi Batu Bara Layak Dijalankan

7 Desember 2020 16:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo didampingi Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama saat meninjau kilang PT TPPI, di Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12). Foto: Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo didampingi Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama saat meninjau kilang PT TPPI, di Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12). Foto: Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, belum lama ini mengkritik kebijakan Presiden Jokowi mengenai proyek gasifikasi batu bara. Ahok menilai proyek yang dikerjakan Pertamina dan PT Bukit Asam Tbk (Persero) bersama perusahaan asal Amerika Serikat ini tidak ekonomis.
ADVERTISEMENT
Menjawab kritik Ahok, pemerintah melalui Kementerian ESDM menyebut proyek gasifikasi batu bara ini layak dijalankan secara keekonomian. Tim Kajian Hilirisasi Batubara Badan Litbang Kementerian ESDM menjelaskan, dalam proyek ini, batu bara diolah menjadi Dimethyl Ether (DME).
DME merupakan produk hilirisasi batubara dapat mensubstitusi LPG yang saat ini masih dipakai untuk rumah tangga. Kebijakan pemerintah yang perlu disiapkan untuk mendukung proyek ini antara lain adalah kebijakan Harga Jual khusus batu bara, Harga Jual DME, dan Skema Subsidi DME.
Plt Kepala Badan Litbang Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, proyek DME selain memperhitungkan aspek finansial juga akan memberikan nilai tambah yang lebih luas terhadap negara.
"Selain keekonomian proyek, setidaknya terdapat 6 poin dampak ekonomi dari hilirisasi batubara dengan kapasitas produksi sekitar 1,4 juta ton DME. Benefit ini mungkin belum banyak diketahui publik," ungkap Dadan dalam keterangan tertulis, Minggu (6/12).
Koki menunjukan tabung gas campuran elpiji dengan DME pada pencanangan pembangunan pabrik hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di tambang Peranap PT Bukit Asam di Kabupaten Inhu, Riau. Foto: Antara/M Agung Rajasa
Apa saja enam manfaat proyek DME menurut pemerintah?
ADVERTISEMENT
Pertama, DME meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG. Dengan penggunaan DME, akan menekan impor LPG hingga 1 juta ton LPG per tahun, dengan kapasitas produksi DME 1,4 juta ton per tahun.
Kedua, menghemat cadangan devisa hingga Rp 9,7 triliun per tahun dan menghemat Neraca Perdagangan hingga Rp 5,5 triliun per tahun. Ketiga, akan menambah investasi asing yang masuk ke Indonesia sebesar USD 2,1 miliar (sekitar Rp 30 triliun).
Keempat, pemanfaatan sumberdaya batubara kalori rendah sebesar 180 juta ton selama 30 tahun umur pabrik. Kelima, adanya multiplier effect berupa manfaat langsung yang didapat pemerintah hingga Rp 800 miliar per tahun.
Keenam, pemberdayaan industri nasional yang melibatkan tenaga lokal dengan penyerapan jumlah tenaga kerja sekitar 10.570 orang pada tahap konstruksi dan 7.976 orang pada tahapan operasi.
ADVERTISEMENT
"Hal ini sekaligus membantah kajian lembaga think tank yang menyebutkan bahwa kerugian tahunan proyek DME Indonesia mencapai USD 377 juta," ujar Dadan.
Tim kajian hilirisasi batubara, menurutnya, telah melakukan analisis dan konfirmasi terhadap kajian lembaga think tank tersebut dengan Feasibility Study (FS) PT Bukit Asam. Hasil kajian, katanya, secara keekonomian proyek DME menghasilkan Net Present value (NPV) sebesar USD 350 juta dan Internal Rate of Return (IRR) sekitar 11 persen, sehingga proyek ekonomis dan tidak mengalami kerugian.
Sebelumnya, Ahok menilai proyek ini kurang ekonomis. Jokowi mendorong batu bara diolah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk bahan baku pengganti LPG. Tujuannya menekan impor LPG. Tapi menurut Ahok, DME lebih mahal dari LPG sehingga butuh subsidi agar harganya terjangkau masyarakat. Ini bisa menjadi beban negara di kemudian hari, sebab subsidi yang dibutuhkan lebih besar dari subsidi LPG.
ADVERTISEMENT
"DME sebagai substitusi LPG menarik, tetapi mungkin memerlukan subsidi karena DME lebih mahal daripada LPG. Juga memiliki offtake jangka panjang," kata dia dalam diskusi panel di International Oil and Gas Convention 2020, Rabu (2/12).