Ilustrasi Jiwasraya

Disebut Jokowi Terjadi 10 Tahun Silam, Jiwasraya Akhirnya Masuk Pidana

19 Desember 2019 10:12 WIB
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Jiwasraya. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jiwasraya. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kasus gagal bayar perusahaan asuransi milik BUMN, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), ikut menyita perhatian Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Antara lain karena di antara pemegang polis, terdapat hampir 500 orang warga negara Korea Selatan.
ADVERTISEMENT
Jokowi menyatakan, kasus Jiwasraya sudah berlangsung lama yakni hingga 10 tahun silam. Meski tidak ringan, menurutnya, penyelesaian masalah ini sudah tergambar.
“(Penyelesaiannya) sudah ada, masih dalam proses semua. Tapi berkaitan dengan hukum, ranahnya sudah masuk ke kriminal. Sudah masuk ke ranah hukum,” kata Jokowi.
Tapi Jokowi tak memaparkan detail penyelesaian yang akan ditempuh. Termasuk yang berkaitan dengan keberadaan warga negara Korea Selatan sebagai pemegang polis Jiwasraya. Dia menyatakan, masalah ini sudah ditangani oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Kejaksaan Menduga Ada Korupsi di Jiwasraya
Kejaksaan Agung menduga telah terjadi korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Negara diperkirakan rugi hingga belasan triliun rupiah akibat hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Jiwasraya diduga tak berhati-hati dalam mengelola keuangan dari para nasabah mereka. Hal itu justru berujung gagal bayarnya Jiwasraya kepada para pemegang polis.
Ilustrasi Jiwasraya. Foto: Shutter Stock
"Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip kehati-hatian dengan berinvestasi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Burhanuddin pun mengungkap ada setidaknya dua modus yang terjadi. Yakni terkait penempatan investasi dana nasabah dalam bentuk saham maupun reksa dana.
Pertama, penempatan untuk saham sebanyak 22,4 persen dari aset finansial atau senilai Rp 5,7 triliun. Lima persen di antaranya ditempatkan di saham perusahaan dengan kinerja yang baik.
"Sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk," kata Burhanuddin.
ADVERTISEMENT
Kedua, terkait penempatan untuk reksa dana sebanyak 59,1 persen dari aset finansial atau senilai Rp 14,9 triliun. Dua persen di antaranya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja yang baik.
"98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk," ujar Burhanuddin.
Negara Diperkirakan Rugi Rp 13,7 Triliun
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan, kasus ini berawal saat Jiwasraya gagal membayarkan kewajibannya kepada nasabah pemegang polis JS Saving Plan. Belakangan, diduga terjadi penyimpangan dalam hal investasi yang dilakukan Jiwasraya.
Baik penempatan dalam bentuk saham maupun reksa dana. Hal itu diduga menimbulkan kerugian negara.
"Potensi kerugian tersebut timbul karena ada tindakan melanggar tata kelola, yakni pengelolaan dana yang berhasil dihimpun program asuransi Saving Plan," ungkap dia.
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kerugian negara dalam kasus ini diduga hingga belasan triliun rupiah. Bahkan disinyalir angkanya bisa bertambah.
ADVERTISEMENT
"Sebagai akibat transaksi tersebut PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun. Hal ini merupakan perkiraan awal. Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ungkap Burhanuddin.
Jampidsus Adi Toegarisman menambahkan, penyidikan kasus Jiwasraya sudah dimulai sejak 17 Desember 2019.
Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI sejak Juni 2019. Namun lantaran kasus ini terus berkembang, Kejaksaan Agung kemudian mengambil alih.
Terkait penyidikan kasus ini, sudah ada 89 saksi yang diperiksa. Namun, belum ada tersangka yang dijerat.
DPR Minta Direksi Lama Jiwasraya Dicekal
Komisi VI DPR RI mengusulkan pencekalan terhadap jajaran direksi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2013-2018. Usulan tersebut dinilai sangat mendesak, lantaran direksi pada periode itu turut memberikan kebijakan-kebijakan yang membuat perseroan gagal membayarkan kewajibannya, kepada para nasabah pemegang polis.
ADVERTISEMENT
Awalnya ide ini dicetuskan oleh Anggota Komisi VI DPR fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka. Selanjutnya usulan ini pun disepakati sebagai salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat antara Komisi VI DPR dengan Jiwasraya.
"Karena sudah mau tahun baru dan biasanya orang berlibur, saya mengusulkan agar direksi Jiwasraya yang lama dicekal untuk memudahkan penyelesaian kasus," kata Rieke di gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12).
Usulan tersebut diterima Wakil Ketua Komisi VI Fraksi PDIP Aria Bima dan dituliskan dalam kesimpulan rapat.
Kasus gagal bayar ini muncul, saat Jiwasraya belum lama dipimpin oleh Asmawi Syam yang menggantikan Hendrisman Rahim sebagai Direktur Utama. Hendrisman menjadi orang nomor satu di Jiwasraya selama dua periode.
Pertama kali diangkat sebagai direktur utama pada 2008 – 2013. Pria yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), kemudian dipercaya kembali sebagai Dirut Jiwasraya untuk periode 2013 – 2018.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten