Disebut Negara Maju, Ini Konsekuensi yang Harus Ditanggung RI

28 Februari 2020 18:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) merasa masuknya Indonesia dalam daftar negara maju merupakan penilaian AS yang kurang tepat.
ADVERTISEMENT
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengatakan, standar penilaian AS untuk mengelompokkan Indonesia perlu dipertanyakan. Sebab jika merujuk standar IMF maupun World Bank, seharusnya Indonesia belum termasuk negara maju.
Sebuah negara dikatakan maju jika pendapatan per kapita-nya menyentuh angka USD 11.000-12.000 per tahun. Kenyataannya, pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih berada di level USD 4.000 per tahun. Bahkan menurut Destry Damayanti, jika benar Indonesia menjadi negara maju, maka negara ini harus siap dengan konsekuensinya.
“Kalau pakai (tolok ukur) World Bank dan IMF, setiap mau naik kelompok itu ada konsekuensinya. Setiap naik grade, ada konsekuensinya,” ungkap Destry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (28/2).
Potret Kemiskinan di Indonesia Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Jika sebuah negara termasuk negara menengah bawah, maka negara tersebut mendapatkan akses pendanaan murah. Konsekuensinya negara tersebut bisa memiliki banyak program. Dana hibah yang diperoleh pun akan banyak.
ADVERTISEMENT
Tapi jika sebuah negara makin maju maka dana-dana tersebut akan berkurang. Saat ini Indonesia masuk di kategori negara menengah bawah menurut IMF.
"Sekarang kita masuk menengah bawah. Kenapa grant (hibah) dari IMF, World Bank berkurang ke Indonesia karena kita konsekuensi negara berkembang," bebernya.