Dolar AS Nyaris Rp 15.000, DPR Panggil Gubernur BI

5 September 2018 15:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di DPR RI, Jakarta, Selasa (04/09/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di DPR RI, Jakarta, Selasa (04/09/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Komisi XI DPR menggelar rapat kerja dengan Bank Indonesia (BI) untuk membahas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Berdasarkan data Reuters siang ini, dolar AS mencapai Rp 14.979. Pelemahan ini merupakan yang terdalam sejak September 2015.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Muhammad Prakosa, mempertanyakan langkah konkret pemerintah dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Menurut dia, kondisi nilai tukar rupiah saat ini sudah jauh dari target dalam APBN.
"Rupiah sudah sangat melemah, hampir Rp 15.000 per dolar AS, jauh dari yang ditargetkan tahun ini. Kami melihat dalam jangka pendek belum ada titik terang menghadapi masalah rupiah ini, kami ingin dengar langsung dari BI," kata Prakosa di Ruang Rpaat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (4/9).
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pelemahan rupiah saat ini disebabkan dolar AS yang terlalu menguat. Hal ini lantaran pertumbuhan ekonomi AS menguat, sementara negara lain mengalami perlambatan.
"Selain itu, suku bunga acuan di AS sudah naik, sementara di negara lain masih rendah," kata Perry.
ADVERTISEMENT
Perry juga menjelaskan, saat ini pelemahan nilai tukar tak hanya dialami oleh rupiah, tapi juga mata uang negara lain. Bank Indonesia juga memastikan akan terus melakukan stabiliasasi agar pelemahan nilail tukar rupiah terhadap dolar AS tidak semakin dalam.
Sebelumnya, Perry mengatakan, bank sentral tak akan ragu melakukan intervensi di pasar valas maupun Surat Berharga Negara (SBN) untuk stabilisasi rupiah. Selain itu, BI juga akan terus menyediakan swap valas dan lindung nilai (hedging) bagi para pengusaha yang membutuhkan dengan biaya yang relatif murah.
"Kebijakan lain agar yang kami lakukan untuk stabilisasi eksternal enggak berdampak ke momentum pertumbuhan ekonomi," tambahnya.