Dorong Penerimaan, Ditjen Pajak Diminta Tingkatkan Upaya Pemeriksaan

8 Juni 2018 11:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kantor Pusat Ditjen Pajak. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Pusat Ditjen Pajak. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)
ADVERTISEMENT
Tingginya target penerimaan pajak pada tahun ini yang mencapai Rp 1.424 triliun atau meningkat 23% dibandingkan tahun sebelumnya cukup berat untuk terealisasi. Salah satu upaya untuk mendorong penerimaan pajak adalah dengan menggenjot pemeriksaan.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, kebutuhan penerimaan pajak untuk menopang APBN semakin meningkat. Meski realisasi penerimaan terus bertambah, namun tekanan terhadap target masih cukup besar.
Hingga akhir April 2018, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 383,71 triliun atau sekitar 26,9% dari target APBN 2018 sebesar Rp1.424 triliun.
"Dalam situasi demikian, pemeriksaan pajak dapat menjadi instrumen yang dapat diandalkan. UU memberi kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menguji kepatuhan melalui pemeriksaan," kata Yustinus dalam keterangan resmi, Jumat (8/6).
Menurut dia, dengan berlimpahnya data dan amnesti pajak yang telah diberikan, seharusnya tidak ada alasan wajib pajak takut menghadapi pemeriksaan pajak. Namun pelaksanaan pemeriksaan pajak harus lebih terukur, berkepastian hukum, mengedepankan fairness, dan didasarkan pada analisis risiko perlu terus didorong.
ADVERTISEMENT
Untuk memastikan pemeriksaan pajak berjalan dengan baik, adil, akuntabel, dan objektif, ada beberapa hal yang perku dilakukan, misalnya meningkatkan rasio cakupan pemeriksaan atau Audit Coverage Ratio (ACR).
Menurut Yustinus, CAR masih rendah karena rasio wajib pajak yang diperiksa dibandingkan dengan jumlah wajib pajak masih rendah. "Ini sekaligus peluang untuk meningkatkan kapasitas dan kuantitas pemeriksaan pajak," jelasnya.
Angka audit coverage ratio (ACR) 2017 baru 0,39% dari total 1.964.331 wajib pajak orang pribadi non-karyawan dan 2,32% dari total 1.118.516 wajib pajak badan. Namun, realisasi ini masih di bawah standar ACR yang ideal menjadi instrumen pendorong kepatuhan wajib pajak, yakni 3% hingga 5% berdasarkan ketentuan IMF.
"Ini menuntut pembenahan menyeluruh agar kapasitas pemeriksaan meningkat. Berdasarkan teori-teori kepatuhan, sistem perpajakan yang baik harus dilambari trust yang dibangun dua kaki yang kokoh: otoritas pajak yang kuat, profesional, dan terpercaya, dan wajib pajak yang sadar dan dilindungi hak-haknya," jelasnya.
ADVERTISEMENT