DPR Tegaskan Reformasi Sistem Keuangan Tak Hilangkan Independensi BI

25 September 2020 19:19 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bank Indonesia Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Indonesia Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah saat ini berencana untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Reformasi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).
ADVERTISEMENT
Menurut Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Raden Pardede, hal tersebut dilakukan untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan di tengah pandemi.
Namun hingga saat ini, Raden melanjutkan, pemerintah belum menetapkan bentuk reformasi sistem keuangan tersebut. Yang pasti, soal adanya rencana pembentukan Dewan Moneter Bank Indonesia (BI), tak ada dalam rancangan Perppu Reformasi Sistem Keuangan itu.
“Dewan Moneter itu adalah sebetulnya inisiatif dari DPR, dan DPR boleh membuat inisiatif. Tapi pemerintah tidak ada punya rencana seperti itu, membuat Dewan Moneter,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengemukakan, rencana pemerintah menerbitkan Perpu itu bukan menghilangkan status independensi Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perpu dimaksudkan agar ada keselarasan, kepaduan dan saling mendukung antara kebijakan pemerintah dengan kebijakan BI dan OJK.
ADVERTISEMENT
“Maksud dari penerbitan Perpu itu adalah BI atau OJK independen dalam mengambil keputusan tetapi tetap mengacu pada kebijakan ekonomi nasional," kata Mekeng dalam Diskusi Perpu SSK, Jumat (25/9).
Ia menjelaskan sebagai lembaga negara yang berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), BI dan OJK juga harus mendengarkan visi pemerintah dalam memulihkan dan meningkatkan perekonomian negara.
Melchias Marcus Mekeng. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Apalagi visi pemerintah dalam memulihkan perekonomian akibat krisis COVID-19 seperti terjadi sekarang. Jangan sampai pemerintah sudah bertekad dan membuat berbagai kebijakan untuk memulihkan ekonomi tetapi terhambat oleh aturan di BI atau OJK. Akibatnya pemulihan ekonomi berjalan lambat, bahkan tidak terjadi.
“Terhadap visi pemerintah dalam pemulihan dan peningkatan ekonomi, BI dan OJK harus selaras dan sejalan. BI tidak hanya mengurus masalah nilai mata uang, inflasi, tetapi mereka juga harus menjadi instrumen yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jadi pertumbuhan ekonomi itu bukan hanya kerja dari sisi fiskal tetapi BI juga harus bisa berperan di dalam fungsi moneternya,” jelas Mekeng.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, aturan yang dituangkan dalam Perpu itu bukan berarti setiap kebijakan BI atau OJK bisa diintervensi oleh pemerintah. BI dan OJK tetap independen dalam bekerja dan mengambil keputusan.
Namun dalam pengambil kebijakan atau keputusan, kedua lembaga itu diharapkan bisa memahami objektivitas pemerintah dalam memulihkan ekonomi nasional. Kedua lembaga itu harus mendukung upaya pemerintah memperbaiki ekonomi nasional. Dengan tugas seperti itu, BI dan OJK juga berperan dalam meningkatkan perekonomian negara yang berkualitas.
“Jadi setiap anggaran yang dikeluarkan oleh negara, tentunya kita harus tahu lapangan pekerjaannya di mana yang dibuka, berapa jumlah pekerja yang akan bekerja, bagaimana dampaknya terhadap income per kapita. Nah model-model begini, BI juga harus bisa mendengarkan sisi pemerintah dan itu bukan intervensi. Tetap pengambilan keputusan ada di mereka,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Komisi XI DPR ini menyebut, Perpu itu juga harus menyebut ada lembaga yang mengawasi OJK. Pasalnya selama ini, OJK tidak ada yang mengawasi. Hanya mengandalkan pengawasan dari DPR. Cara ini tidak tepat karena OJK bisa bertindak semuanya tanpa ada yang kontrol.
Dia juga menyebut Perpu harus berisikan pasal yang memberi kewenangan Presiden bisa mengganti Gubernur BI atau Kepala OJK. Alasannya, Gubernur BI atau Kepala OJK bisa saja tidak sejalan dengan Presiden. Ketika terjadi seperti itu, yang rugi adalah perekonomian negara akibat ketidakcocokan antara Presiden dengan Gubernur BI atau Kepala OJK.
“Tentu harus ada mekanismenya. Misalnya sebelum Presiden mengusulkan penggantian, harus ada pendapat dari lembaga lain yang menyebut Gubernur BI atau Kepala OJK layak diganti. Seperti kalau Presiden di impeachment, kan tidak mudah. Harus ke Mahkamah Konstitusi dan sebagainya. Begitu juga dengan pasal pergantian gubernur BI dan OJK. Tidak perlu menunggu habis masa jabatan lima tahun,” tutur Mekeng.
ADVERTISEMENT
Dia menambahkan dengan penerbitan Perpu SSK, peranan KSSK diperkuat. Dengan demikian proses pengambilan keputusan tentang penyelamatan, pemulihan atau peningkatan perekonomian nasional tidak terbelenggu dengan independensi BI, OJK dan LPS.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah melakukan pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Dalam pembahasan rapat terbaru, Baleg DPR tetap akan menghapus Pasal 9 mengenai independensi BI. Sebagai gantinya, dibuat Pasal 9A mengenai dewan yang akan membantu bank sentral.
Pasal 9A yang sebelumnya tertulis Dewan Moneter, diubah menjadi Dewan Kebijakan Ekonomi Makro. Adapun tugas, kewenangan, dan fungsinya sama seperti Dewan Moneter.
"Dewan Kebijakan Ekonomi Makro membantu pemerintah dan Bank Indonesia dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 7," tulis bahan materi Baleg DPR RI yang disiarkan secara daring, Kamis (17/9).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Dewan Kebijakan Ekonomi Makro juga sama seperti Dewan Moneter, bertugas untuk memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Dewan Kebijakan Ekonomi Makro terdiri dari lima anggota, yakni Menteri Keuangan, dan satu orang menteri yang membidangi perekonomian, Gubernur BI dan Deputi Gubernur Senior BI, serta Ketua Dewan Komisioner OJK.