Dunia Terancam Resesi, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi RI?

28 September 2022 14:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ekonomi dunia terancam resesi. Sejumlah pihak memproyeksikan tahun depan akan menjadi tahun sulit karena krisis global menjalar ke banyak negara. Salah satunya karena kenaikan suku bunga acuan negara maju seperti Amerika Serikat yang berdampak ke negara lain.
ADVERTISEMENT
World Bank Group President, David Mallpas, menyebut bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga dan tren ini diperkirakan akan berlanjut di tahun 2023. Kebijakan ini sebagai peredam inflasi yang terus menggeliat. Tapi, efeknya adalah pelambatan ekonomi, yang bisa berujung resesi di banyak negara.
Perkiraan ini juga disampaikan Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, pada konferensi pers Senin (26/9) bahwa ekonomi global dan dunia akan memasuki jurang resesi pada tahun 2023.
Resesi adalah suatu kondisi perekonomian negara sedang memburuk. Hal ini ditandai dengan menurunnya Produk Domestik Bruto (PDB), meningkatnya pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut. Kontraksi ekonomi ini menjadi tantangan buat pemerintah masing-masing negara, untuk bisa melakukan intervensinya melalui regulasi-regulasi yang pro dengan pertumbuhan. Tetapi di sisi lain, juga harus bisa mengendalikan inflasi dengan baik.
Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kebijakan terkini yang menjadi tren masing-masing negara dengan menaikkan suku bunga acuan, untuk meredam inflasi, akan berakibat dengan tertahannya pertumbuhan ekonomi. Bank Central Inggris sudah menaikkan 200 basis poin sepanjang tahun 2022. Begitu pula dengan Amerika Serikat (AS) yang sudah menaikkan 300 bps sejak awal tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga sudah membuat kebijakan moneter dengan dua kali menaikkan suku bunga acuan, 25 basis poin pada Bulan Agustus dan secara marathon kembali menaikkan 50 basis poin pada bulan September.
Ketika ekonomi global dan dunia sedang menghadapi potensi resesi, bagaimana dengan kekuatan ekonomi Indonesia?
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Bruto Indonesia sebesar Rp 16.970,8 triliun, masuk dalam 20 besar ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi tahun 2021 tercatat sebesar 3,69 persen. Tren pertumbuhan ini terus terjaga sampai dengan kuartal pertama Tahun 2022 yang mencapai 5,01 persen dan kembali naik di kuartal kedua menjadi sebesar 5,44 persen. Asumsi makro pemerintah, secara agregat pertumbuhan ekonomi bisa tercapai di kisaran 5,3 persen.
ADVERTISEMENT
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan dengan kontraksi ekonomi global yang sedang terjadi, efek ekonomi yang merembet ke dalam negeri terutama sisa ekspor-impor, kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) terutama yang terkait dengan bahan baku impor.
Di sisi akibat kebijakan domestik, kebijakan fiskal adanya kenaikan pajak PPN dan kenaikan BBM Subsidi, serta kebijakan moneter meningkatnya suku bunga acuan, akan membuat tekanan terhadap daya beli, dan selanjutnya akan berimbas pada sektor manufaktur.
Menariknya pemerintah sudah memitigasi efek jangka pendek menurunnya daya beli masyarakat ini dengan paket program Bantuan Langsung Tunai (BLT) selama empat bulan ke depan, sejak kebijakan kenaikan harga BBM.
Presiden Jokowi serahkan BLT BBM di Kantor Pos Jailolo Halmahera Barat, Rabu (28/9/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
"Untuk jangka pendek, ekspor akan mengalami kontraksi. Tetapi, justru dengan momentum ini, pemerintah harus mengakselerasi program hilirisasi dan peningkatan nilai tambah atas setiap komoditas unggulan yang dimiliki oleh Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (28/9).
ADVERTISEMENT
Kebijakan pengetatan ekspor Crude Palm Oil (CPO), moratorium ekspor batubara, dan wacana ekspor nikel mentah pada tahun 2023 nanti, menurutnya bagian dari program cerdas pemerintah untuk mendapat keuntungan ekonomi jangka panjang. Nilai tambah atas komoditas-komoditas unggulan, termasuk tambang, pertanian, dan perikanan harus memberikan nilai ekonomi terbaik dan memberikan daya ungkit maksimal dalam perekonomian nasional.
Ajib menyebut ada dua hal yang harus dilakukan pemerintah untuk bisa mendorong perekonomian terus bisa tumbuh positif ketika ekonomi global sedang tidak menentu. Pertama, untuk jangka pendek, pemerintah harus bisa menjaga daya beli masyarakat sebagai penyumbang signifikan PDB Indonesia.
"Kedua, untuk jangka panjang, harus ada konsistensi upaya menaikkan nilai tambah dan hilirisasi. Pemerintah harus fokus dengan kegiatan ekonomi yang bisa substitusi impor dan berorientasi pada ekspor yang sudah mempunyai nilai ekonomi tinggi," terangnya.
Presiden Jokowi serahkan BLT BBM di Kantor Pos Jailolo Halmahera Barat, Rabu (28/9/2022). Foto: Dok. Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Menurut Ajib, perekonomian tidak bisa dibiarkan bergerak dengan bebas dan dengan sendirinya. Harus ada intervensi regulasi dari pemerintah agar perekonomian terus bergerak ke arah yang positif dan konsisten.
ADVERTISEMENT
"Dengan sumber daya yang ada, dan konsistensi kebijakan dari pemerintah yang pro dengan pertumbuhan dan pemerataan, justru ekonomi Indonesia akan bertambah kuat ketika dunia dalam ancaman resesi ekonomi," katanya.