Ekonom Beberkan Strategi Agar RI Keluar dari Daftar 100 Negara Paling Miskin

4 Oktober 2022 18:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Ulfa Rahayu/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira membeberkan sejumlah strategi agar Indonesia bisa keluar dari daftar 100 negara paling miskin di dunia. Bank Dunia telah memperbarui garis kemiskinan ekstrem internasional berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parities/PPP) atau kemampuan belanja mulai musim gugur 2022.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan Bank Dunia, perubahan garis kemiskinan tersebut berdampak pada 13 juta orang kelas menengah bawah di Indonesia yang menjadi jatuh miskin. Tidak hanya itu, Indonesia juga masuk ke dalam daftar 100 negara paling miskin di dunia yang diukur berdasarkan gross national income (GNI) atau pendapatan nasional bruto per kapita.
Bhima merasa pemerintah harus mengembalikan dulu posisi menjadi negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country setelah sebelumnya turun kelas.
"Kalau dilihat masalah kesejahteraan akarnya ada pada dua hal, rendahnya produktivitas ekonomi yang menciptakan lapangan kerja baru dan ketimpangan antar kelompok pengeluaran yang lebar," ujar Bhima kepada kumparan, Selasa (4/10).
Bhima mengungkapkan langkah pertama agar keluar dari daftar tersebut yaitu mendorong pajak progresif untuk mengendalikan pertumbuhan aset orang kaya atau wealth tax dan mereduksi ketimpangan. Kedua, UMKM harus dibantu agar bisa naik kelas. Sehingga dampak serapan kerja dan naiknya pendapatan rumah tangga akan lebih dirasakan.
ADVERTISEMENT
"Ketiga, meningkatkan porsi anggaran perlindungan sosial dari 2,5 persen terhadap PDB menjadi 4 hingga 5 persen dari PDB," kata dia.
Bhima menjelaskan langkah keempat adalah bagi kemiskinan ekstrem perlu percepatan penyediaan sarana infrastruktur dasar seperti sanitasi, rumah layak huni, fasilitas kesehatan dan pendidikan terutama di desa tertinggal dan terluar.
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menjelaskan masuknya Indonesia ke dalam daftar 100 negara paling miskin tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, data tersebut bukan dikeluarkan oleh Bank Dunia yang memang membuat standar kemiskinan di seluruh dunia.
"Daftar ini cukup audited ya dan memang sebetulnya 100 negara paling miskin ini adalah list yang bukan list dikeluarkan official dari Bank Dunia yang memang membuat standar kemiskinan," tutur Riefky.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, ia menilai tren kemiskinan di Indonesia relatif menurun yang disertai oleh meningkatnya pendapatan per kapita. Ia juga optimistis, Indonesia mampu keluar dari daftar tersebut karena pemerintah terus mendorong untuk melakukan pengentasan kemiskinan.
"Ini program yang dampaknya itu bertahap artinya untuk pengentasan kemiskinan tidak bisa serta merta langsung keluar. Pemerintah perlu terus membangun jaringan pengaman sosial, program penambah produktivitas, seperti prakerja dan sebagainya yang juga perlu ditingkatkan untuk kita bisa keluar dari definisi 100 negara paling miskin," tandasnya.