Ekonom Kritik Pemerintah: Lonjakan Inflasi Akan Gerus Daya Beli Orang Miskin

14 Mei 2022 12:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi dompet kosong karena boros saat berbelanja. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dompet kosong karena boros saat berbelanja. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Lonjakan harga komoditas dan konflik geopolitik yang saat ini memanas memberikan ancaman terhadap tingginya laju inflasi, termasuk di Indonesia. Kendati begitu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu optimistis daya beli masyarakat akan tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
“Harus kita antisipasi ke depan, dalam konteks harga komoditas, baik energi maupun bahan pangan, dampaknya terhadap inflasi harus bisa kita mitigasi. Sejauh ini bisa kita mitigasi sehingga transmisi dampak ke rumah tangga bisa terjaga,” kata Febrio pada konferensi virtual BKF, Jumat (13/5).
Menanggapi hal itu, Ekonom Senior dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mempertanyakan masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat siapa. Sebab menurutnya inflasi akan sangat berdampak bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Daya beli masyarakat yang mana? Kalau daya beli kelompok menengah atas tidak akan terganggu inflasi. Tapi untuk kelompok miskin, lonjakan inflasi akan menggerus daya beli,” kata Piter kepada kumparan, Sabtu (14/5).
Oleh sebab itu, lanjutnya, sangat penting agar pemerintah tetap menjaga inflasi tidak melonjak terlalu tinggi. “Pemerintah harus memastikan inflasi masih terjaga di kisaran target pemerintah, 3-4 persen. Kalaupun melewati target, tidak lebih dari 5 persen,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ekonom CORE lainnya, Yusuf Rendy Manilet mengatakan dari indikator konsumsi rumah tangga, pos ini disumbang 60 persen lebih oleh kelompok menengah atas. Sehingga seolah-olah tingkat konsumsi masyarakat terlihat tumbuh.
“Jika pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan maka ini lebih didorong oleh kelompok kelas menengah atas, sementara untuk kelas menengah bawah tertekan. Namun karena proporsi lebih kecil makannya konsumsi rumah tangga terlihat tumbuh,” jelas Yusuf saat dihubungi kumparan.
Yusuf mencontohkan, dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis bulan April menunjukkan kelas menengah atas mengalami perbaikan IKK sementara kelas menengah bawah untuk pendapatan/pengeluaran Rp 1-2 juta mencapai 100,2.
Ilustrasi berbelanja kebutuhan pokok. Foto: Shutter Stock
“Angka ini relatif lebih rendah (berada di ambang batas kategori optimis) jika dibandingkan pada IKK bulan Maret,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Diketahui, BPS telah merilis inflasi sebesar 0,95 persen secara bulanan (mtm) pada April 2022. Yusuf menilai penurunan IKK pada masyarakat kalangan menengah bawah sedikit banyak juga dipengaruhi dari inflasi tersebut.
“Jadi dari indikator ini secara umum pengaruh inflasi ke IKK berpeluang besar besar akan menekan kelas pendapatan bawah,” pungkas dia.
Sementara, Direktur Centor of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan inflasi akan menaikkan garis kemiskinan. Dia membandingkan kenaikan rata-rata upah minimum hanya 1 persen, sementara inflasi sebesar 3,4 persen year on year.
“Artinya, banyak pekerja akan jatuh di bawah garis kemiskinan karena pendapatan tergerus inflasi,” kata Bhima kepada kumparan.
Selain itu, menurutnya inflasi ini juga berakibat pada naiknya suku bunga pinjaman dengan tajam sehingga KPR akan semakin sulit terjangkau. “Banyak milenial terancam jadi gelandangan karena cicilan KPR-nya tak terjangkau,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT