Ekonom Prediksi BI Tetap Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen

24 Mei 2022 10:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) diprediksi akan tetap mempertahankan suku bunganya pada level 3,5 persen. Para ekonom menilai kebijakan suku bunga rendah ini akan diambil meskipun The Fed telah menaikkan suku bunganya sebanyak 25 basis poin.
ADVERTISEMENT
Adapun BI akan mengumumkan hasil rapat Dewan gubernur hari ini, Selasa (24/5) pukul 14:00 WIB. Chief Economist Bank Central Asia, David Sumual memproyeksikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen pada Mei 2022.
"Proyeksi saya masih tetap ya, tidak menaikkan. Masih dipertahankan proyeksinya untuk meeting minggu ini," ujar David kepada kumparan, Selasa(24/5).
Di sisi lain, Chief Economist BRI, Anton Hendranata mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat BI sebaiknya menahan suku bunga acuan. "Sejalan dengan upaya pemerintah menekan laju inflasi, ada baiknya BI mempertahankan suku bunga acuannya pada bulan ini, yaitu 3,50 persen," tutur Anton dalam tulisannya, Selasa (24/5).
Chief Economist BRI, Anton Hendranata. Foto: dok. BRI Group
Menurut Anton ada beberapa hal yang melatarbelakangi perlunya BI menahan suku bunga. Pertama, ekonomi global selama masa pandemi dalam kondisi pemulihan. Hal ini diikuti kebijakan lockdown yang dilakukan banyak negara berimbas pada gangguan rantai pasok sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Kedua, Suplai barang dan jasa belum pulih sepenuhnya dan masih jauh dari normal, sehingga kenaikan harga-harga cenderung naik signifikan, terutama harga energi dan pangan.
Ketiga, Perang Rusia-Ukraina, semakin menambah tekanan pada harga energi dan pangan, karena Rusia termasuk negara yang kontribusinya tinggi di dunia untuk minyak, gas, dan gandum.
"Kondisi ini menyebabkan inflasi naik signifikan dan jauh dari perkiraan di dunia. Inflasi tinggi yang terus menerus dikhawatirkan akan mengerem pertumbuhan ekonomi dunia secara signifikan, bahkan bisa menyebabkan resesi ekonomi atau stagflasi," kata Anton.
Senada, President Economist Permatabank, Josua Pardede mengatakan BI diprediksi tetap mempertahankan suku bunga acuan. "BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5 persen pada RDG bulan Mei ini mempertimbangkan upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga stabilitas harga atau inflasi," imbuhnya kepada kumparan, Selasa (24/5).
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi DKI Jakarta berbincang dengan pedagang saat melakukan sidak pemantauan harga pangan di Pasar Kramat Jati Jakarta Timur, Rabu (30/3/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Josua mengungkapkan, sentimen hawkish dari Fed mendorong penguatan dolar AS terhadap mata uang global termasuk Rupiah. Namun jika dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya, pelemahan rupiah cenderung tercatat secara tahun kalender lebih terbatas dengan pelemahan 2,7 persen year to date (ytd) dibandingkan mata uang lainnya seperti Ringgit Malaysia, Bath Thailand dan Yuan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kata Josua, mempertimbangkan perkembangan inflasi, pemerintah memberi sinyal bahwa akan mempertahankan harga BBM Pertalite, LPG 3 kg dan tarif listrik <3000VA dalam rangka menjaga daya beli masyarakat.
Kementerian Keuangan telah mengajukan kenaikan belanja APBN 2022 sebagai konsekuensi minimnya penyesuaian harga-harga energi. Josua menuturkan, tekanan inflasi pada semester II 2022 ini yang awalnya diperkirakan akan didorong oleh penyesuaian harga energi, maka ekspektasi inflasi cenderung akan lebih rendah dari asumsi terdapat penyesuaian harga energi tersebut.
"BI diperkirakan akan masih mempertimbangkan untuk menahan suku bunga acuannya sehingga dapat mendukung momentum pemulihan ekonomi Indonesia pada tahun ini," jelas Josua.