Ekonom Tak Setuju Jokowi Bubarkan OJK: Rombak Saja Pejabatnya

5 Juli 2020 19:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk mengembalikan fungsi pengawasan bank yang selama ini dilakukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI). Berdasarkan dua sumber Reuters, Jokowi tidak puas dengan kinerja lembaga yang didirikan sejak 2013 ini.
ADVERTISEMENT
Meski sumber Reuters tidak menyebut alasan ketidakpuasannya pada OJK, tapi sejak mencuat kasus Jiwasraya, lembaga ini menjadi sorotan karena dinilai gagal mengawasi investasi pada BUMN asuransi tersebut.
Tepatkan rencana Jokowi membubarkan OJK di tengah pandemi COVID-19?
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, OJK memang punya banyak kelemahan mulai dari pengawasannya bahkan ada oknum di dalamnya yang terlibat skandal Jiwasraya dan jadi tersangka.
Masalah di Bank Bukopin belum lama ini juga terjadi akibat terlambatnya OJK memaksa Kookmin Bank untuk melakukan injeksi modal tambahan. Hal ini menunjukkan ketidaktegasan OJK.
"OJK lebih bersikap reaktif dibandingkan proaktif dalam mengatasi fintech-fintech ilegal. Belum lagi soal pungutan OJK terhadap lembaga keuangan. Ini yang aneh dari awal, bagaimana mungkin mengawasi perbankan atau asuransi yang jadi sumber operasional OJK. Pasti menimbulkan moral hazard," kata dia dalam kepada kumparan, Minggu (5/7).
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
Meski begitu, Bhima tidak setuju jika Jokowi membubarkan OJK dalam situasi saat ini. Menurut dia, jika OJK dibubarkan saat krisis ekonomi dan pandemi, maka persepsi nasabah dan investor akan memandang kondisi keuangan di Indonesia sudah gawat sampai OJK perlu dibubarkan.
ADVERTISEMENT
Keputusan seperti itu, menurut dia, bisa memicu panik di pasar keuangan sekaligus penarikan uang besar-besaran akibat ketidakpercayaan masyarakat. Tak hanya itu, BI akan mendapatkan tugas baru yang cukup berat. Menurut Bhima, tidak ada jaminan pengawasan jasa keuangan bisa lebih baik pasca OJK dilebur ke BI. Lembaga pimpinan Perry Warjiyo itu sebaiknya fokus pada kebijakan moneter dulu.
"Masa adaptasi yang lama membuat kebijakan tidak efektif. Budaya kerja antara pegawai OJK dan BI kan beda. Kalau dipaksa gabung ada penyesuaian lagi dari sisi budaya kerja. Ini kalau tidak hati-hati justru kontra produktif. Maunya cepat eksekusi stimulus tapi sebaliknya, ada masa adaptasi sehingga realisasi stimulus keuangan terhambat," jelas dia.
Belajar dari pembubaran lembaga sejenis OJK yakni FSA di Inggris pada 2013 silam, dibutuhkan kajian yang mendalam dari berbagai perspektif. Kegagalan FSA menyelamatkan perbankan dari krisis 2008 bukan berarti langsung saat itu juga dibubarkan. Baru 5 tahun setelah ada keputusan final FSA dibubarkan dan dibentuk dua lembaga pengawas keuangan yang baru.
ADVERTISEMENT
Bhima justru menyarankan ketimbang membubarkan OJK, lebih baik Jokowi mengganti pejabat di dalamnya jika dinilai tidak memuaskan. Berkaca pada kasus yang ada di OJK saat ini, ada masalah kelembagaan dan kepemimpinan di lembaga ini yang harus segera dievaluasi.
"Itu lebih mendesak (agar mengganti pejabatnya)," kata Bhima.
Peneliti Indef Bhima Yudhistira saat menghadiri Diskusi Kinerja OJK Ditengah Kasus Jiwasraya, Selasa (28/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Hal senada juga diungkapkan Pengamat Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor, Irfan Syauqi Baek. Menurut dia, terlalu tergesa-gesa jika membubarkan OJK saat ini. Pembubarannya harus dikaji lebih dalam termasuk dampaknya ke depan.
Jika keputusan itu diambil di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit, akan merusakan kepercayaan masyarakat terhadap industri keuangan. Ujungnya, akan menimbulkan kepanikan di masyarakat.
"Kalau melihat damaging effect dalam situasi sekarang akan memperberat industri keuangan syariah dan keuangan secara umum, berpotensi menciptakan krisis keuangan yang lebih dalam sebab ketika dibubarkan, banyak hal yang sedang ditangani OJK saat ini akan ikut tidak terawasi dengan baik. Jadi, biarkan saja dulu OJK perbaiki dirinya," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan Bhima, Irfan juga sepakat agar dalam proses evaluasi dan perbaikan OJK, pejabat yang saat ini memimpin lebih baik diganti.
"Kalau dianggap pejabatnya saat ini tidak kompetensi, ya dievaluasi saja pihak-pihak yang tidak kompeten dan digantikan dengan yang kompeten. Dalam kondisi krisis saat ini justru kekuatan harus bisa dikoordinasikan dengan baik supaya saling dukung. Jadi lebih baik evaluasi saja orangnya, cost-nya lebih kecil dibandingkan bubarkan institusinya," terang Irfan.