Ekonomi Global Makin Suram, Bahayakah untuk Indonesia?

16 Oktober 2019 20:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Perekonomian, Darmin Nasution saat meresmikan beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong di Papua, Barat. Foto: Dok. Kemenko Perekonomian
zoom-in-whitePerbesar
Menko Perekonomian, Darmin Nasution saat meresmikan beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong di Papua, Barat. Foto: Dok. Kemenko Perekonomian
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan ekonomi global diprediksi semakin suram tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas 0,2 persen poin pertumbuhan ekonomi global menjadi 3 persen di tahun ini dan 3,4 persen di tahun depan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya global, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dipangkas 0,2 persen poin menjadi 5 persen di tahun ini dan 5,1 persen di tahun depan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Indonesia pasti terdampak dari perekonomian global yang melambat. Hal ini pun juga sudah dirasakan dalam sektor ekspor dan impor. Neraca dagang Indonesia dari Januari-September 2019 mencatatkan defisit USD 1,95 miliar.
“Bahaya atau tidak ya? Ya artinya mereka melihat ekonomi global benar-benar melambat, sehingga mestinya semua negara ada pengaruh kan, kita ada juga pengaruhnya,” ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Rabu (16/10).
Namun demikian, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu menilai, perlambatan ekonomi global tak banyak mempengaruhi ekonomi domestik. Defisit neraca dagang sejak Januari-September 2019 tersebut juga mengecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang defisit hingga USD 3,79 miliar.
ADVERTISEMENT
“Ada pengaruhnya, tapi enggak gitu besar lah ke kita. China pertumbuhan ekonominya 1,5 tahun ini turun hampir 8 persen, sekarang sekitar 6 persen. Kita masih 5 persen yah,” jelasnya.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Hingga akhir tahun ini, Darmin masih optimistis perekonomian domestik bisa mencapai 5 persen. Konsumsi rumah tangga yang kuat juga masih menjadi motor penggerak perekonomian.
“Ya kita berharap 5 persen bisa lah,” tambahnya.
Dalam laporan Outlook Ekonomi Dunia edisi Oktober 2019, IMF menilai negara-negara berkembang mengalami kondisi yang sangat menantang di tahun ini. Mulai dari permasalahan dagang AS-China hingga ketegangan politik.
Tak hanya itu, bagi negara-negara berkembang yang mengandalkan komoditas ekspor, seperti Indonesia, juga mengalami tekanan. Hal ini karena harga komoditas yang terus merosot di tahun ini.
ADVERTISEMENT
“Negara-negara berkembang yang mengekspor komoditas memiliki menghadapi tekanan tambahan pada keuangan publik mereka untuk harga komoditas,” tulis laporan IMF seperti dikutip kumparan, Rabu (16/10).
Meskipun proyeksi pertumbuhan melambat, IMF menilai kebijakan di negara berkembang cukup mampu untuk membantu mencapai tujuan lebih lanjut, termasuk manajemen ekonomi makro yang baik, peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan pekerja, serta investasi untuk mengurangi kekurangan infrastruktur.