Eks Bos Pertamina Pesimistis RI Bisa Bebas Impor BBM di 2030

29 April 2021 12:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Distribusi BBM di Kalimantan Selatan. Foto: Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Distribusi BBM di Kalimantan Selatan. Foto: Pertamina
ADVERTISEMENT
Target pemerintah untuk berhenti impor Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2030 dinilai sulit tercapai. Substitusi kendaraan listrik dinilai belum siap untuk mengganti energi fosil tersebut.
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama Pertamina periode 2006-2009, Ari Soemarno menyampaikan, berdasarkan kajiannya ada dua hal yang membuat target Presiden Jokowi itu tak tercapai. Pertama konsumsi BBM yang akan semakin membaik setelah COVID-19.
“BBM itu konsumsi udah meningkat lagi dan akan meningkat konsumsi akan mencapai lagi optimis ke level 2019 sekitar tahun depan 1,7 juta barel per hari BBM diperlukan. Untuk mencapai itu (target 2030) dari segi demand itu tadi akan sangat sulit direm,” katanya saat bincang CNBC Indonesia TV, Kamis (29/4).
Persoalan kedua yaitu mengenai substitusi kendaraan listrik yang dinilai masih belum siap dari segi infrastruktur dan permintaan. Ia mengatakan, kendaraan listrik masih memiliki persoalan dari jarak tempuh.
“Terus terang mobil listrik memiliki kendala jarak tempuh dan sebagainya. Selain itu itu hanya darat, tapi laut udara masih akan mengandalkan bbm jadi saya tidak melihat dari sisi demand ada pengurangan,” lanjutnya.
Mobil listrik dipamerkan di SPBU Pertamina Kuningan, Jakarta Selatan. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Selain itu, Pria lulusan Teknik Kimia Aachen University Jerman ini mengatakan biaya investasi yang diperlukan untuk mengendalikan penggunaan BBM ini sangat besar. Mengutip data dari SKK Migas, kebutuhan investasi untuk menekan impor BBM hingga 2030 membutuhkan biaya USD 187 miliar.
ADVERTISEMENT
“Jadi sangat berat (tercapai) baru sekitar setara 2030 tahun ini rencana investasi baru sekitar di atas USD 12 miliar atau setara 2019. Jadi tantangan ini saya tidak melihat optimisme,” katanya.
Belum lagi perkara progres proyek pertamina yang lambat. Ia mencontohkan salah satu proyek kilang Pertamina di Balikpapan yang mengalami masalah dari segi keekonomian atau tidak efisien.
“Supaya tergantung pertamina saat ini kesiapan Pertamina menyelesaikan proyek kilang, saat ini Pertamina banyak kendala dari pendanaan. Dari tahun 2015 tapi sudah mulai baru satu, tapi itu pun Balikpapan menghadapi kendala keekonomian yang parah,” imbuhnya.