Eks Dirjen Pajak Sebut SPT Sangat Mungkin Dimanipulasi

1 September 2021 8:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelaporan SPT Pajak tahunan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelaporan SPT Pajak tahunan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Dirjen Pajak tahun 2001-2006, Hadi Poernomo, mengungkapkan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) pajak sangat mungkin dimanipulasi. Akibatnya, penerimaan pajak menjadi tak optimal.
ADVERTISEMENT
Hadi menjelaskan, hal itu bisa terjadi lantaran Indonesia menganut sistem pajak self assessment. Artinya, wajib pajak diberi kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya.
Namun menurutnya, tak ada jaminan seluruh pendapatan atau penghasilan yang didapatkan wajib pajak ini sudah seluruhnya dilaporkan dalam SPT Pajak.
“Apakah ternyata jumlah pajak di dalam SPT yang dilaporkan lebih kecil dari yang seharusnya, atau bahkan tidak lapor? Kondisi ini tidak mudah dideteksi, yang pada akhirnya membuat penerimaan pajak tidak optimal,” ujar Hadi dalam keterangannya, Rabu (1/9).
Dia melanjutkan, penghasilan dalam SPT yang tak mudah dideteksi itu membuat wajib pajak merasa memiliki celah untuk memanipulasi. Apalagi, Ditjen Pajak tak memiliki data pembanding atas SPT tersebut.
Hadi Poernomo. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
“Yang kemudian terjadi adalah, wajib pajak merasa mendapatkan kesempatan untuk melakukan manipulasi SPT karena Ditjen Pajak tidak memiliki data pembanding atas SPT tersebut. Sehingga penghindaran pajak dan manipulasi pajak menjadi sangat mungkin dilakukan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Dirjen Pajak era Gusdur, Megawati, dan SBY itu mengusulkan pemerintah memberlakukan single identity number (SIN) Pajak, yakni penyatuan data secara online dan terintegrasi seluruh data keuangan maupun nonkeuangan yang digunakan sebagai data pembanding atas laporan perpajakan dari wajib pajak.
Dalam UU KUP, konsep SIN sebagai manajemen informasi perpajakan dinyatakan sebagai kewajiban bagi setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Data tersebut merupakan data yang sifatnya interkoneksi secara online, sehingga tidak ada campur tangan manusia dalam pengambilan data dengan melalui mekanisme pengujian link and match. Nantinya, SIN Pajak tidak hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan perpajakan, tapi juga dapat dipergunakan untuk kepentingan pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
“Seseorang yang memiliki aset secara tidak sah, yang artinya bukan dari pendapatan yang sah, maka akan dengan cepat dapat ditelusuri. Secara teknis SIN sebagai Bank Data Perpajakan, dapat menghitung total pajak Wajib Pajak karena seluruh data transaksinya tersedia di Pusat Data/Sistem,” kata Hadi.
Menurut dia, mekanisme tersebut akan membuat penerimaan pajak tercapai. Hal itu karena tidak adanya lagi celah bagi wajib pajak untuk menyembunyikan sesuatu dari aparat pajak, karena seluruh celah kecurangan akan dapat diketahui dengan mudah dengan mekanisme pencocokan data pada Pusat Data.
“Nantinya itu akan membuat Wajib Pajak terpaksa jujur (voluntary compliance) yang kemudian secara berangsur-angsur menjadi sebuah kebiasaan jujur karena para wajib pajak tersebut tidak memiliki celah untuk berbohong/memanipulasi laporan pajaknya,” tambahnya.
ADVERTISEMENT