Eks Wamenkeu Sebut Ekonomi RI Lemah karena Perang Dagang AS-China

12 Desember 2022 20:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi peti kemas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi peti kemas. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Menteri Keuangan era 2010-2014 dan Ekonom Senior Anny Ratnawati mengatakan perlambatan ekonomi di Tanah Air bukan disebabkan pandemi COVID-19. Alasan utamanya, kata dia, adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan perang dagang antara dua negara tersebut, yang dimulai sejak 2004, telah menyebabkan supply shock atau guncangan pasokan.
"Sebetulnya perlambatan ekonomi itu bukan karena pandemi COVID dong, sebelum pandemi COVID perlambatan ekonomi itu sebetulnya sudah ada tanda-tanda, dari mana? Ketika ada trade war antara Amerika dan China,” paparnya dalam acara "Dialog Pakar: Peran APBN dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Global dan Antisipasi Risiko Global," Senin (12/12).
Trade war ini buka baru sebetulnya, dari 2004 itu sudah mulai eskalasi karena Amerika merasa trade defisitnya bertambah pesat terhadap China dan ini menyebabkan ada ada rasa harusnya kan perdagangan itu membahagiakan semua orang, kira-kira begitu," tambahnya.
Ilustrasi bendera Amerika Serikat dan China. Foto: Reuters/Damir Sagolj
Menurut Anny, meskipun dampak COVID-19 terhadap ekonomi memang ada, faktor perlambatan ekonomi yang lebih besar sebenarnya terletak pada guncangan pasokan menjadi faktor penentu perlambatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian diperparah konflik geopolitik Rusia-Ukraina. Perseteruan dua negara ini menyebabkan harga pangan dan harga energi menjadi tinggi. Semakin tingginya gangguan rantai pasok menyebabkan dunia terancam dua masalah besar ekonomi, yaitu resesi dan inflasi.
"Kalau kita orang ekonomi mengatakan dari sisi agregat supply-nya, dari supply shock-nya yang digoyang, kemudian bermasalah, kerepotannya dua: kita dapat resesi atau perlambatan ekonomi growth plus inflasi, itu pasti terjadi," jelasnya.
Anny mengatakan perbedaan pandemi dengan penyebab goyangnya pasokan ini adalah tidak adanya gangguan pasokan yang terjadi ketika pandemi. Hal ini disebabkan aktivitas dan penggerakan masyarakat dibatasi, sehingga tidak terjadi inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi juga belum terasa.
"Hanya beruntungnya ketika supply shock terjadi di pandemi COVID, kita kan juga diam di rumah jadi demand-nya tidak tereskalasi, sehingga shock supply-nya berkurang karena perusahaan juga tutup kan perusahaan juga harus diam demand-nya berkurang jadi inflasi tidak terlalu terasa, perlambatan ekonomi terasa," tutur Anny.
ADVERTISEMENT