Ekspor CPO Bakal Diperketat, Bagaimana Nasib Neraca Perdagangan di 2022?

19 Januari 2022 11:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Rahmad/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Rahmad/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan memperketat aturan ekspor produk minyak sawit mentah atau CPO mulai 24 Januari 2022. Hal ini dilakukan untuk memenuhi pasokan dalam negeri sekaligus ketersediaan minyak goreng di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Dalam konferensi pers, Selasa (19/1), Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, pelaku usaha yang mengekspor CPO, refined, bleached, and deodorized palm olein (RBD Palm Olein), dan minyak jelantah harus melalui mekanisme perizinan berusaha berupa persetujuan ekspor (PE). Pelaku usaha juga wajib melakukan pencatatan atau self declaration jumlah yang diekspor dan yang dipasok ke dalam negeri.
"Pemerintah akan mengeluarkan mekanisme untuk pencatatan ekspor yang akan berlaku 24 Januari 2022. Kebijakan sebagai pencatatan bagi para pelaku usaha yang akan mengekspor olein, CPO agar ketersediaan minyak goreng dalam negeri dapat terpantau, serta untuk memastikan pasokan CPO bahan baku minyak goreng sawit tersedia," ujar Lutfi.
Sebelumnya, pemerintah juga mengambil kebijakan yang cukup berani, yakni melarang ekspor batu bara. Meskipun saat ini kebijakan tersebut telah dicabut.
ADVERTISEMENT
Adapun CPO dan batu bara merupakan komoditas andalan ekspor Indonesia. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi neraca perdagangan di tahun ini.
Sepanjang tahun lalu, neraca perdagangan mencatatkan surplus USD 35,34 miliar, rekor tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
Meski demikian, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, menganggap kebijakan yang diambil pemerintah tersebut tidak bakal banyak berpengaruh ke neraca perdagangan bulan Januari. Apalagi, kata Piter, larangan ekspor batu bara dan CPO tersebut tidak bersifat jangka panjang.
“Kebijakan pelarangan atau pembatasan ekspor batu bara dan juga CPO tidak bersifat jangka panjang. Hanya memberikan teguran saja ke eksportir. Dan menurut saya memang seharusnya begitu,” kata Piter saat dihubungi kumparan, Rabu (19/1).
ADVERTISEMENT
“Oleh karenanya dampak ke neraca perdagangan tidak akan sangat besar apalagi langsung menjadi negatif. Ekspor Indonesia tidak hanya batu bara dan CPO,” tambahnya.
Meski begitu, Piter mengakui surplus neraca perdagangan memang diperkirakan akan mengecil pada tahun 2022. Selain pertumbuhan ekspor yang melandai, hal itu juga karena pertumbuhan impor yang terus meningkat seiring mulai pulihnya aktivitas industri manufaktur.
Piter mengatakan industri manufaktur tersebut banyak yang membutuhkan impor barang modal dan bahan penolong.
“Surplus neraca perdagangan yang menurun itu bukan hanya karena larangan ekspor. Tanpa itu pun surplus akan menurun. Impor kan terus meningkat ke level normal,” tutur Piter.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun lalu mencatatkan rekor surplus, yakni USD 35,34 miliar. Sementara itu khusus pada Desember 2021, neraca perdagangan juga mengalami surplus sebesar USD 1,02 miliar.
ADVERTISEMENT
Nilai ekspor Indonesia pada Desember 2021 tercatat sebesar USD 22,38 miliar atau turun 2,04 persen dibandingkan November 2021. Sedangkan secara year on year ekspor Indonesia naik 35,30 persen dari USD 16,54 miliar pada Desember 2020 menjadi USD 22,38 pada Desember 2021.
Sementara nilai impor Indonesia pada Desember 2021 mencapai USD 21,36 miliar atau naik 10,51 persen dibanding November 2021 yang tercatat USD 19,33 miliar. Sedangkan jika dibandingkan Desember 2020 (yoy) kinerja impor bulan ini tercatat naik sebesar 47,93 persen.