Ekspor Masker Medis Tidak Dibebaskan Tapi Diatur, Begini Syaratnya

30 Juni 2020 13:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembagian masker di Stasiun Sudirman. Foto: KPK
zoom-in-whitePerbesar
Pembagian masker di Stasiun Sudirman. Foto: KPK
ADVERTISEMENT
Ketersediaan masker medis kini sangat melimpah di dalam negeri alias over supply. Sebab, di awal mewabahnya pandemi COVID-19, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat melarang ekspor masker.
ADVERTISEMENT
Saat ini kapasitas produksi nasional masker bedah tercatat sekitar 2,8 miliar lembar. Sementara, kebutuhan nasional diperkirakan hanya 129,8 juta lembar. Artinya Indonesia kebanjiran stok masker hingga 2,7 miliar lembar.
Banjirnya stok masker akhirnya membuat Kemendag memutuskan untuk menarik larangan ekspor tersebut. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Bahan Baku Masker, Masker, dan Alat Pelindung Diri.
Inspektur Jenderal Kemendag Srie Agustina melakukan inspeksi harga kebutuhan pokok jelang ramadhan di pasar minggu, Jakarta Selatan, Rabu (29/5). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Srie Agustina mengatakan, eskpor bahan baku masker, masker dan APD bukan dibebaskan, namun diatur mekanismenya. Berbeda dengan handsanitizer yang memang ekspornya dibebaskan.
“Kenapa kita atur? Karena kebutuhan di dalam negeri ini yang tadinya sudah berlebih khawatirnya suatu ketika tetap dibutuhkan. Diatur ini hanya menjadi kontrol saja dalam segi pendataan dan pengawalan,” ungkap Srie dalam sosialisasi virtual, Selasa (30/6).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, ekspor masker ini bisa dilakukan dengan beberapa syarat. Yang paling utama, eksportir harus mengantongi Persetujuan Ekspor (PE) yang diterbitkan Kemendag. PE ini akan diterbitkan Kemendag dengan memperhatikan informasi Dashboard Monitoring Alat Kesehatan (DMA).
Untuk mendapatkan PE, eksportir harus mengajukan permohonan ekspor ke sistem Indonesian Nation Single Window (INSW) dan sistem di Kemendag, Inatrade.
Permohonan tersebut dilengkapi dengan persyaratan. Yang pertama yaitu eksportir harus memiliki izin usaha industri. Kedua, eksportir membuat surat pernyataan mandiri yang menyatakan bahwa memiliki persediaan untuk kebutuhan dalam negeri. Surat ini dilengkapi dengan laporan keuangan dan daftar nama kepemilikan perusahaan. Ketiga, melampirkan rencana ekspor dalam jangka waktu 6 bulan.
Jika persyaratan sudah lengkap, permohonan bisa disubmit. Proses ini membutuhkan waktu 3 hari kerja. Setelah itu, akan terbit PE secara digital untuk diteruskan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan secara elektronik. Lalu, proses ekspor pun bisa dilakukan. Adapun, PE ini berlaku untuk 6 bulan.
ADVERTISEMENT
PE juga dapat diajukan kembali sebelum masa PE berakhir atau bila alokasi ekspor sudah habis. Caranya, eksportir tinggal mengajukan permohonan di INSW dan Inatrade. Syaratnya, menyertakan PE yang sudah diterbitkan dan laporan realisasi ekspor.
Selain itu, kata Srie, calon eksportir perlu memberikan laporan perencanaan ekspor selama enam bulan.
“Jadi ketahuan enam bulan ini rencananya seperti apa, tiga bulan seperti apa, dari sisi kapasitas juga,” ujarnya.
Menurutnya, perencanaan ini perlu agar jumlah pasokan ketiga barang itu bisa terus terpantau dan tetap lebih dulu mencukupi kebutuhan di dalam negeri.
Srie menegaskan karena ekspor ini sifatnya diatur bukan dibebaskan, maka PE juga dapat dihentikan sementara apabila kebutuhan di dalam negeri meningkat.
ADVERTISEMENT
“Apabila terjadi peningkatan kebutuhan bahan baku masker, masker, dan APD di dalam negeri, Menteri Perdagangan dapat membekukan PE yang telah diterbitkan atau menolak permohonan PE yang diajukan eksportir," jelasnya.
Selain itu, PE juga bisa dihentikan jika terjadi kondisi yang menganggu jumlah pasokan.
“Misalnya terjadi kebakaran, maka produksi akan tersendat, maka bisa dihentikan dulu,” tandasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.