Ekspor Minyak Sawit RI Turun Terdampak Perang Dagang AS dan China

11 Juli 2018 16:42 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
ADVERTISEMENT
Ekspor minyak sawit yang merupakan komoditas andalan Indonesia, mulai terdampak oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan, ekspor pada Mei menurun 3% dibandingkan April.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono mengatakan, volume ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan oleochemical turun sebesar 3% atau dari 2,39 juta ton pada April 2018, susut menjadi 2,33 juta ton pada Mei 2018.
“Ini terjadi akibat perang dagang. China mengurangi impor kedelai dari AS, sehingga stok kedelai di AS melimpah. China sendiri masih punya banyak persediaan. Stok yang berlebih ini menekan semua jenis minyak nabati, termasuk sawit,” kata Mukti melalui pernyataan tertulis, Rabu (11/7).
Menurut Mukti, penurunan ekspor itu justru terjadi ketika produksi CPO meningkat. Jika pada April 2018 produksi sebanyak 3,72 juta ton, maka pada Mei 2018 mencapai 4,24 juta ton atau naik 14%. Kenaikan produksi tersebut mengerek stok minyak sawit Indonesia menjadi 4,76 juta ton dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 3,98 juta ton.
ADVERTISEMENT
Sementara dari sisi harga, sepanjang Mei 2018, harga CPO global bergerak di kisaran 650-670 dolar AS per metrik ton dengan harga rata-rata 653,6 dolar AS per metrik ton. Harga rata-rata Mei menurun 8,6 dolar AS dibandingkan harga rata-rata pada April 2018 yang sebesar 662,2 dolar AS per metrik ton.
Harga minyak sawit pada bulan mendatang diperkirakan akan cenderung menurun karena stok minyak sawit Indonesia dan Malaysia masih tinggi.
Warga memeras minyak dari kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Sia KAMBOU)
zoom-in-whitePerbesar
Warga memeras minyak dari kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Sia KAMBOU)
Dengan situasi ini, Mukti berharap pemerintah membuat kebijakan yang dapat menaikkan konsumsi CPO di dalam negeri. Di antaranya dengan menggalakkan penggunaan biodiesel yang lebih banyak.
"Mandatori biodiesel sudah waktunya diterapkan kepada non-PSO untuk mendongkrak konsumsi di dalam negeri. Jika konsumsi di dalam negeri tinggi maka stok akan terjaga sehingga harga di pasar global tidak anjlok karena stok yang melimpah," kata Mukti.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang dapat dilakukan adalah mulai menjajaki pasar Afrika yang masih memiliki potensi besar, akan tetapi infrastruktur masih minim. Pemerintah dapat membuat kebijakan seperti menurunkan tarif ekspor minyak goreng kemasan ke negara Afrika.