Elon Musk Singgung Kebebasan Berbicara, Bakal Jadi Strategi Bisnis Twitter?

29 April 2022 18:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi akun twitter Elon Musk terlihat melalui logo Twitter. Foto: Dado Ruvic/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi akun twitter Elon Musk terlihat melalui logo Twitter. Foto: Dado Ruvic/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Orang terkaya di dunia, Elon Musk, pada Senin (25/4) telah membeli 100 persen saham Twitter seharga USD 44 miliar secara tunai. Tentu menarik menanti apa yang akan dilakukan oleh Elon Musk untuk mengembangkan Twitter setelah dia akuisisi.
ADVERTISEMENT
Pada unggahan Twitter pribadinya, Elon menyinggung soal isu kebebasan berbicara di media sosial. Dia membandingkan bagaimana aplikasi media sosial lainnya, seperti Truth Social yang lebih banyak diunggah di iOS dibanding aplikasi Twitter dan TikTok.
“Truth Social saat ini mengalahkan Twitter dan TikTok di Apple Store,” cuit Elon di akun pribadi Twitter miliknya, dikutip Jumat (29/4).
Menurutnya, hal itu karena faktor isu kebebasan berbicara. “Truth Social (nama yang mengerikan) ada karena Twitter menyensor kebebasan berbicara,” imbuh dia.
Pakar Komunikasi Digital Universitas Indonesia Firman Kurniawan menilai, Elon Musk dengan kapasitas orang terkaya di dunia memiliki intuisi bisnis. Dia mengatakan, isu kebebasan berbicara yang disinggung Elon bisa menjadi strategi andalan untuk mengembangkan bisnis barunya di Twitter.
ADVERTISEMENT
“Namun apakah ini serta merta bisa jadi pendongkrak naiknya pengguna Twitter? Pada tahap awal, diperkirakan benar adanya. Khalayak yang selama ini belum tertarik pada Twitter, akan segera mengunduh aplikasi ini dan menguji coba feature maupun penerapan kebebasan berbicara yang diterapkan Musk,” kata Firman kepada kumparan, Jumat (29/4).
Namun, lanjut Firman, situasi tersebut akan secara natural berubah. Di mana orang-orang yang menggunakan Twitter hanya mereka yang menghendaki dengan adanya kebebasan berbicara. Sementara pengguna lainnya akan meninggalkan Twitter.
“Teori uses and gratification menyebutkan, individu secara aktif memilih media yang digunakannya untuk memperoleh kepuasan. Ini artinya, ketika tidak setiap individu puas dengan kebebasan berekspresi yang digagas Musk, mereka akan memilih meninggalkan platform ini,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Firman memberi contoh, ketika beberapa waktu lalu di Indonesia Facebook digunakan sebagai medium berekspresi bebas, saat datang pesta demokrasi hanya pengguna Facebook yang asik dengan wacana politik dan saling mengolok yang bertahan. Sementara sisanya pindah ke platform lain yang lebih bisa memberikan kepuasan.
“Ini artinya terjadi negosiasi antara pengembang platform dengan para penggunanya. Tidak setiap feature dan metode moderasi yang ditawarkan pengembang platform pasti disambut pengguna,” lanjut dia.
Menurut Firman, para pengguna platform media sosial memiliki kecenderungan selera dan cara penilaian sendiri. Artinya, sejauh apa platform mampu memenuhi kebutuhan mereka, itulah yang akan mengundang jumlah pengguna yang lebih besar.
Sehingga, kebebasan berbicara yang disinggung Elon Musk dalam Twitternya tersebut, Firman tak menjamin hal itu sesuai dengan selera dan kebutuhan pengguna. “Apakah kebebasan berekspresi tanpa batas bakal memuaskan pengguna? Belum tentu,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT