Era Pandemi, 51 Persen Konsumen Pertimbangkan Harga Dibanding Merek saat Belanja

17 Juni 2021 18:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mengatur uang belanja. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengatur uang belanja. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 mengubah cara pandang konsumen dalam belanja atau membeli barang. Berdasarkan survei dari Nielsen Indonesia, 72 persen masih loyal menggunakan merek atau brand yang sama seperti sebelum pandemi.
ADVERTISEMENT
Survei tersebut dilakukan secara online di tanggal 14 sampai 21 April 2021. Survei dilakukan kepada 345 responden yang tersebar di 11 kota.
Meski loyalitas terhadap merek masih tinggi, tetapi dalam membeli sudah ada perubahan. Executive Director of Media Nielsen Indonesia, Hellen Katherina, mengungkapkan 51 persen responden saat ini lebih mempertimbangkan harga dibanding merek.
“Tapi yang menarik adalah sebesar 51 persen dari responden bilang saya lebih pertimbangkan harga daripada merek saat belanja. Jadi artinya walaupun pada saat keluar rumah loyalitas brand tinggi, tapi saat ada di tempat belanja kalau disuruh pilih apa ada pilihan yang lebih murah, sekitar setengahnya itu mungkin tidak akan lagi setia terhadap brand,” kata Hellena saat konferensi pers secara virtual, Kamis (17/6).
ADVERTISEMENT
“Jadi ada pertimbangan. Kalau ada opsi yang lebih murah mereka menjadi price consiousness,” tambahnya.
Ilustrasi belanja di supermarket. Foto: REUTERS/Eric Gaillard
Hellena menilai, besarnya keengganan konsumen membeli produk yang lebih mahal karena memang dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian. Menurutnya, konsumen lebih sensitif terkait harga.
Hellena juga mengungkapkan, pihaknya menanyakan mengenai kesulitan menemukan barang yang sama seperti yang digunakan sebelum adanya COVID-19. Hasilnya, 21 persen responden mengaku kesulitan.
Hellena mengakui memang masih ada 79 persen responden yang tidak kesulitan mencari barang yang sama. Namun, 21 persen responden tersebut bisa memunculkan isu mengenai stok barang.
“Walaupun kecil ini berpotensi artinya ada isu pada masalah di ketersedian barang yang bisa jadi menyebabkan konsumen akan berpindah ke merek lain,” tutur Hellen.
ADVERTISEMENT