Erick Thohir Beberkan 3 Tantangan Indonesia di Era Globalisasi

27 November 2021 20:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan, ada tiga tantangan yang harus dihadapi Indonesia di era globalisasi. Hal itu menurutnya bukan untuk menakut-nakuti, tapi merupakan realitas yang harus dihadapi bersama.
ADVERTISEMENT
"Kita sekarang mendapatkan tekanan di tiga hal, satu yang kita ketahui sekarang bagaimana pasar globalisasi akan terus dipaksakan dibuka. Kedua, transformasi atau disrupsi digital yang tidak bisa terbendung. Ketiga, tentu bagaimana ketahanan kesehatan yang hari ini semua juga kita mengalaminya," ujarnya dalam Orasi Ilmiah di Universitas Brawijaya, Sabtu (27/11).
Pertama, di sisi pasar globalisasi yang harus tetap dibuka walaupun banyak hambatan yang menghampiri. Salah satunya mengenai kesadaran perubahan iklim, sehingga dunia sudah mulai serius menerapkan green economy atau ekonomi hijau.
"Kalau kita lihat di pasar global ini, kemarin di G20 Roma dan COP26 Glasgow banyak negara maju sekarang menekankan bahwa harus ke green economy. Setuju, sangat setuju. Karena kalau kita bicara lingkungan hidup adalah masa depan generasi yang harus kita jaga. Indonesia punya komitmen yang sama, untuk melakukan transformasi itu," sambung Erick.
ADVERTISEMENT
Namun, Lanjut Erick, transformasi tersebut tidak boleh dilakukan untuk kepentingan negara lain, di mana pemanfaatan sumber daya alam Indonesia harus dimaksimalkan untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, bukan negara lain.
"Tentu kita sepakat kita tidak mau sumber daya alam kita dipakai untuk pertumbuhan ekonomi bangsa lain. Kita tidak anti asing, tetapi sudah sewajarnya sumber daya alam kita harus dipakai untuk pertumbuhan ekonomi kita sebesar-besarnya, market kita harus dipakai untuk pertumbuhan ekonomi bangsa kita sebesar-besarnya," imbuhnya.
Kedua, tantangan transformasi dan disrupsi digital. Dia menuturkan, saat ini tujuh dari sepuluh perusahaan terbesar dunia bergerak di bidang teknologi. Berbeda dengan dahulu, didominasi oleh perusahaan yang bergerak di sumber daya alam dan retail.
"Sekarang kita babak belur di first wave ekonomi digital, e-commerce sudah masuk, akhirnya ketika e-commerce masuk, tren belanja online naik, tapi barangnya barang siapa? Kita sempat di-dumping, hijab yang UMKM buat 200 ribu, dijual Rp 20 ribu saja. Tentu hal ini merusak pondasi supply chain dari UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi kita juga," jelas Erick.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Erick berkata saat ini Indonesia memasuki second wave ekonomi digital, di mana sudah bermunculan banyak healthtech, edutech, fintech, dan mediatech.
"Ini lebih menyeramkan dari e-commerce, kalau e-commerce kita bisa tahan belanja, tapi kalau kita bicara healthtech fintech adalah kehidupan keseharian kita yang tidak mungkin tidak concern dengan pendidikan dan kesehatan, apalagi sistem pembayaran," terangnya.
Disrupsi digital juga berdampak kepada lapangan pekerjaan, di mana saat ini sudah banyak robot atau Artificial Intelligence (AI) yang menggantikan peran manusia di dunia pekerjaan.
Tantangan ketiga menurut Erick yaitu ketahanan kesehatan. "Kalau COVID-19 naik, ekonomi turun. Ini musuh yang tidak terlihat dan ini merupakan sirkulasi hampir 20 tahun sekali. Ada ebola, flu burung, dan lain-lain. Enggak tau 20 tahun lagi apa, dan kondisinya mayoritas bahan baku kita impor, obat mahal."
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Erick berharap pihak BUMN, universitas, dan seluruh rakyat Indonesia harus berpikir secara gotong royong. Bekerja sama untuk membangun pondasi, jalan keluar, dan roadmap yang diharapkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.