ESDM Bidik Penurunan 500 Ribu Ton CO2 dari Perdagangan Karbon Pembangkit

24 Januari 2023 11:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kantor ESDM. Foto: Shalstock/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kantor ESDM. Foto: Shalstock/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penurunan 500 ribu ton CO2 dari mekanisme perdagangan karbon sektor pembangkit listrik di tahun 2023 ini.
ADVERTISEMENT
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 16 Tahun 2022, mekanisme perdagangan karbon resmi dimulai mulai 2023-2024 untuk fase pertama khusus pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang terhubung ke jaringan PLN.
Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan ada 99 PLTU yang mengikuti mekanisme perdagangan karbon sektor pembangkit di tahun ini.
Dadan menuturkan, selain memastikan pasokan listrik tetap andal dan tarifnya terjangkau bagi masyarakat, pemerintah juga berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 31,8 persen di tahun 2030.
"Outcome-nya itu harus ada real penurunan (emisi). Kita tidak ingin ini nanti menjadi hanya tukar menukar dokumen saja yang lebih membeli kepada yang kurang. Begitu ditotal balance-nya itu nol saja," ujarnya saat sosialisasi Permen ESDM 16/2022, Selasa (24/1).
Ilustrasi karbon dioksida Foto: geralt/pixabay
Dia pun memastikan, walaupun perdagangan karbon ini resmi dilakukan, pasokan dan tarif listrik tetap andal dan terjangkau. Hal ini lantaran penetapan angka Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi GRK (PTBAE) bersahabat untuk pelaku usaha, namun tetap ada penurunan emisi.
ADVERTISEMENT
"Dari perhitungan kami, 500 ribu ton untuk tahun ini. Memang kalau melihat angka 240-250 juta ton (emisi) yang berasal dari sektor ketenagalistrikan ini angkanya 1/500, tidak besar," papar Dadan.
Namun, dia menjelaskan target penurunan emisi 500 ribu ton CO2 masih tergolong besar. Dia mencontohkan PLTU dengan kapasitas 1 gigawatt (GW) membuang emisi 5 juta ton, berarti target tersebut setara dengan menghentikan PLTU berkapasitas 100 megawatt (MW).
"Kira-kira ini nilainya sama dengan menyediakan listrik yang lebih bersih dengan skala 0,5 dengan 0,6 GW yang dibangun baru. Tapi kita tidak membangun, kita menggeser. Saya meyakini yang kami susun adalah berdasarkan hal-hal yang bisa dilakukan secara langsung di pembangkit tersebut," jelas dia.
Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat sosialisasi Perpres No 112/2022 secara virtual, Jumat (7/10/2022). Foto: Dok. Istimewa
Untuk memastikan adanya pengurangan emisi karbon, Dadan berkata akan ada sanksi yang dikenakan bagi pembangkit yang tidak memenuhi batas atas yang ditetapkan masing-masing pembangkit (PTBAE-PU).
ADVERTISEMENT
"Kita akan catat, apakah nanti dikonversi menjadi pajak karbon misalkan, karena sekarang belum siap. Jadi ada dua cara untuk memastikan bahwa regulasi ini dilaksanakan secara transparan artinya yang terkena regulasi ini harus, tidak ada pilihan-pilihan," tutur Dadan.
Adapun PTBAE untuk PLTU yang terhubung ke jaringan PLN terdiri atas 4 kategori, meliputi PLTU nonmulut tambang dan PLTU mulut tambang dengan kapasitas terpasang 25-100 megawatt (MW). Batas atas yang ditentukan yaitu 1.297 ton CO2 ekuivalen/MWh.
Kemudian PTBAE PLTU mulut tambang ≥ 100 MW ditetapkan 1.089 ton CO2 ekuivalen/MWh, lalu PLTU nonmulut tambang 100-400 MW 1.011 ton CO2 ekuivalen/MWh, dan PLTU nonmulut tambang > 400 MW sebesar 0,911 ton CO2 ekuivalen/MWh.