ESDM Sebut Konflik Iran-Israel Cuma Jangka Pendek, 100 Tahun Harga Minyak Rendah

15 April 2024 16:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Migas Tutuka Ariadji. Foto: Kementerian ESDM
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Migas Tutuka Ariadji. Foto: Kementerian ESDM
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menyebut serangan Iran terhadap Israel merupakan sentimen jangka pendek. Menurutnya, harga minyak mentah stabil, bahkan cenderung rendah selama 100 tahun.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, pemerintah sudah melakukan simulasi dampak eskalasi konflik dengan berbagai parameter, mulai dari kurs, Indonesian Crude Oil Price (ICP), serta harga minyak mentah Indonesia.
“Kami masih berpikiran ini short term, karena kecenderungan dunia atau banyak pihak itu tidak menginginkan harga (minyak) yang tidak terlalu tinggi. Kalau kita amati selama 100 tahun harga minyak sebenarnya lebih cenderung rendah,” ujar Tutuka dalam webinar Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4).
Tutuka juga memastikan Indonesia tidak impor migas dari Iran. PT Pertamina (Persero) lebih banyak mengimpor BBM dibandingkan minyak mentah. Sumber utama impor BBM Pertamina berasal dari Singapura, disusul oleh Malaysia dan India.
Sedangkan untuk LPG, impor paling besar dari Amerika, dan disusul oleh Uni Emirat Arab dan Qatar. Meski demikian, Tutuka memprediksi harga minyak bisa menyentuh USD 100 per barel akibat dampak serangan Iran terhadap Israel.
ADVERTISEMENT
“Saya katakan tadi sependapat kemungkinan besar harga ICP naik USD 100, tapi apakah berkelanjutan atau spike? saya cenderung menunggu apa reaksi dari Israel dan Amerika terhadap konflik tersebut,” katanya.
Sebelum serangan Iran terhadap Israel terjadi, harga minyak mengalami kenaikan sekitar USD 5 per barel setiap bulan. Dengan asumsi makro ICP sebesar USD 100 per barel, subsidi BBM akan semakin meningkat.
“Jika ICP kita perkirakan USD 100 (per barel) dengan kurs Rp 15.900, subsidi dan kompensasi BBM naik menjadi Rp 200-250 triliun dari sebelumnya yang saya lihat sekarang asumsi Rp 161 triliun,” terang Tutuka.