Fakta-fakta Terbaru Soal Krakatau Steel yang Kembali Merugi

5 November 2019 8:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Krakatau Steel. Foto: Facebook/@Krakatau Steel Official
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Krakatau Steel. Foto: Facebook/@Krakatau Steel Official
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk harus menelan pahit karena kinerja laporan keuangan yang kembali merugi. Pada kuartal III 2019, perusahaan berkode emiten KRAS ini mencatatkan kerugian mencapai USD 211,912 juta atau sekitar Rp 2,96 triliun (kurs Rp 14.000).
ADVERTISEMENT
Angka itu naik hampir lima kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal III 2018, kerugian Krakatau Steel sebesar USD 37,382 juta atau sekitar Rp 523,34 miliar.
Apa yang sebenarnya bikin Krakatau Steel terus merugi? Berikut kumparan rangkum, Selasa (5/11).
Baja produksi Krakatau Steel. Foto: Dok. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
1. Merugi Karena Restrukturisasi Utang dan Impor Baja
Direktur Utama KRAS Silmy Karim buka suara soal makin melebarnya kerugian perusahaan. Menurut dia, ada dua hal yang menyebabkan keuangan perusahaan masih terbebani.
Pertama, karena perusahaan masih sibuk menyelesaikan restrukturisasi utang. Total utang yang direstrukturisasi perusahaan mencapai USD 2,2 miliar.
"Proses restrukturisasi kan puncaknya di semester I 2019. Enggak bisa sulap untuk proses restrukturisasi dan transformasi," kata dia kepada kumparan, Senin (4/11).
ADVERTISEMENT
Saat ini, kata Silmy, sudah 78 persen restrukturisasi utang berhasil dilakukan. Sisanya, 22 persen masih perlu waktu untuk dibereskan ke kreditur.
Silmy menjanjikan, 22 persen restrukturisasi utang tersebut bakal selesai pada kuartal IV 2019. Silmy mengaku, restrukturisasi perlu waktu sebab masalah ini telah mendera perusahaan selama 10 tahun.
Baja Krakatau Steel Foto: Siti Maghfirah/ kumparan
2. Derasnya Baja Impor dari China
Selain masalah restrukturisasi, perusahaan juga terbebani oleh impor baja China. Ini membuat penjualan dalam negeri terus turun.
Dalam laporan keuangan kuartal III 2019, penjualan produk baja di pasar lokal yang turun dari USD 1,09 miliar menjadi USD 776 juta. Sebaliknya, penjualan produk baja di pasar luar negeri tumbuh dari USD 33,206 juta menjadi USD 90,921 juta.
ADVERTISEMENT
Penjualan domestik yang turun ini membuat pendapatan bersih sebesar USD 1,053 miliar atau sekitar Rp 14,7 triliun pada kuartal III 2019, turun dari kuartal III 2018 yang senilai USD 1,276 miliar atau Rp 17,8 triliun.
"Banjir impor (baja) 1,5 tahun belakangan ini," terangnya.
Sepanjang 2018 lalu, industri baja nasional memang tertekan di dalam negeri. Penyebabnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja yang membuat baja impor membanjiri Indonesia sehingga baja Krakatau Steel kalah saing.
Silmy Karim pun mengkritik kebijakan ini dan meminta aturan ini untuk direvisi. Kementerian Perdagangan lantas menghapus aturan ini pada Januari 2019 dan mengembalikannya ke aturan lama, yakni pengawasan impor besi dan baja akan dilakukan melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Pengawasan baja akan kembali dan berada di bawah Ditjen Bea dan Cukai.
Baja produksi Krakatau Steel. Foto: Dok. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
3. Produksi Baja Lembaran Panas Naik Signifikan
ADVERTISEMENT
Meski kinerja keuangan masih babak belur, Krakatau Steel masih berusaha bangkit. Salah satunya dengan memecahkan rekor baru produksi baja lembaran panas (hot rolled coil) yang terbesar sepanjang sejarah Krakatau Steel berdiri mencapai 203.315,55 ton pada Oktober 2019.
Rekor produksi ini merupakan pemecahan dari total produksi sebelumnya yakni sebesar 200.411 ton pada bulan Desember 2007. Sedangkan pada Oktober 2018, produksi HRC 175.575 ton.
“Pencapaian ini membuktikan bahwa proses restrukturisasi dan transformasi di internal Krakatau Steel telah menunjukkan hal yang positif. Hampir keseluruhan dari produksi adalah merupakan baja yang sudah dipesan, sehingga Krakatau Steel mampu menjaga stock inventory pada tingkat yang efisien”, ungkap Silmy.
Capaian produksi ini juga diikuti dengan pengiriman produk jadi di bulan Oktober yang melebihi target, yakni mencapai 164.284 MT kepada konsumen. Ini adalah angka tertinggi shipment sepanjang 2019. Sementara untuk kolektivitas pembayaran di bulan yang sama juga berhasil melampaui target.
ADVERTISEMENT
Dalam hal pengembangan kapasitas, saat ini tengah dilakukan pembangunan Hot Strip Mill#2 yang pada kuartal IV 2019 nanti akan selesai mechanical completion-nya. Di awal 2020, pabrik SM#2 akan mulai produksi. Dengan adanya kedua pabrik HSM#1 dan HSM#2 ini, kapasitas produksi HRC meningkat menjadi 3,9 juta ton per tahun dan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi 6,4 juta ton per tahun.
“Dengan beroperasinya HSM#2 maka kapasitas terpasang pabrik penghasil HRC di Indonesia sudah lebih besar daripada permintaan pasar, sehingga seluruh kebutuhan HRC dapat 100 persen dipasok dari dalam negeri. Tidak perlu impor," kata dia.
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
4. Janjikan Untung Kuartal I 2020
Meski begitu, Silmy Karim berjanji bakal meraih untung pada kuartal I 2020. Silmy yakin target tersebut bisa tercapai sebab masalah utama perusahaan yakni restrukturisasi utang bakal dibereskan akhir tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Real hasil transformasi akan keliatan di kuartal I 2020. Targetnya laba. Mohon doa," kata Silmy kepada kumparan, Senin (4/11).
Selain restrukturisasi utang, Silmy mengatakan, hingga akhir tahun pihaknya juga bakal merestrukturisasi organisasi dan bisnis Krakatau Steel. Kedua, pola operasi sudah kembali normal bahkan dengan lebih efisien. Ketiga, fasilitas yang tidak efisien sudah tidak dioperasikan.
"Misalnya proyek Meratus yang sebenarnya sudah lama mati tapi masih tercatat di buku Krakatau Steel. Ini harus dilakukan treatment akuntansi yang tepat supaya tidak jadi beban di masa depan," kata Silmy.
Meratus merupakan proyek smelter bijih besi Krakatau Steel yang berlokasi di Kalimantan. Proyek yang diinisiasi sekitar tahun 2007 tapi sudah lama tak berjalan.
Keempat, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan yang bisa lebih melindungi industri baja dalam negeri. Kebijakan ini, kata dia, minimal bisa mengendalikan impor yang menggunakan HS Code lain dalam upaya menghindari bea masuk.
ADVERTISEMENT