Fakta MRT Bundaran HI-Ancol: Jepang Minta Tunda, China hingga Inggris Kesengsem

20 Oktober 2020 6:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah kereta Mass Rapid Transportation (MRT) terparkir di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Senin (20/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah kereta Mass Rapid Transportation (MRT) terparkir di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Senin (20/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Proyek pembangunan MRT Jakarta fase II dipastikan molor hingga ke 2027. Penyebabnya, pandemi COVID-19 membuat kontraktor kesulitan mempersiapkan lelang karena ketidakpastian aktivitas.
ADVERTISEMENT
MRT fase II terdiri dari fase 2A (Bundaran HI-Kota) dan fase 2B dengan melanjutkan lintasan hingga ke depo di Ancol Barat, Jakarta Utara. Total ada delapan stasiun bawah tanah dengan panjang 7,8 kilometer.
"Ini mengalami perlambatan COVID-19, ada ketidakpastian karena COVID-19 dan kontraktor minta waktu tender mundur dan juga beberapa hal terkait dengan perizinan akses masuk karena pada saat pandemi akses perjalan dibatasi," ungkap Direktur Utama MRT William Sabandar saat media gathering virtual, Senin (19/10).
Secara rinci, pembangunan fase II terdapat kendala atas pengadaan paket kontrak CP202, CP205, dan CP206. Salah satu penyebabnya karena pandemi COVID-19 yang tengah melanda menyebabkan risiko tinggi terhadap keseluruhan proyek Fase 2 MRT Jakarta.

Kontraktor Utama MRT Harus dari Jepang

William mengatakan untuk proyek Fase II ini, MRT Jakarta memang diharuskan menggunakan kontraktor utama dari Jepang. Hal itu merupakan syarat wajib, karena proyek ini didanai oleh pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan mekanisme STEP Loan atau Tied Loan.
ADVERTISEMENT
Namun, karena minimnya minat para kontraktor Jepang untuk menggarap ketiga paket di atas, pihak MRT Jakarta sedang meminta perizinan agar mekanisme tender internasional, yang memperbolehkan negara lain ikut.
"Kita juga mendorong jika minat kontraktor Jepang terhadap Fase II ini kurang, maka JICA kiranya dapat membuka kemungkinan untuk partisipasi kontraktor internasional non-Jepang dalam paket-paket pengerjaan MRT Fase II," jelasnya.
Sejumlah kereta Mass Rapid Transportation (MRT) terparkir di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Senin (20/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
China hingga Inggris Kesengsem
Sementara itu, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim mengungkapkan, sejumlah kontraktor dari China, Korea Selatan (Korsel), Inggris, dan sebagainya sudah menyampaikan minat dalam proyek Fase II ini.
"Sampai saat ini sudah banyak nih yang deketin kita. Baik kontraktor-kontraktor dari Inggris, China, Korea, ataupun dari negara lainnya yang sudah nanya-nanya. What is the next MRT project yang mereka bisa masuk, bisa terlibat. So that's how we know kontraktor internasional banyak yamg berminat untuk terlibat proyek MRT, kalau kesempatan itu dibuka kepada mereka," imbuh Silvia.
ADVERTISEMENT
Silvia menambahkan karena perjanjian kerja sama pembiayaan Jepang ini, MRT Jakarta masih berupaya memperoleh kontraktor dari perusahaan Jepang.
"Kondisi kita masih pengadaan, dan masih di bawah payung loan dari Jepang," pungkas dia.
Adapun paket-paket yang belum diminati kontraktor Jepang antara lain CP 202 yakni proyek sipil rute Harmoni-Mangga Besar, CP 205 pengadaan sistem perkeretaapian dan rel, dan CP 206 pengadaan rolling stock atau kereta. Dengan segala kendala itu, target penyelesaian proyek segmen 2 di Fase II MRT Jakarta akan mundur ke Agustus 2027, dari target awal Maret 2026.