Fakta Neraca Dagang April 2019 Terparah Sepanjang Sejarah

16 Mei 2019 10:06 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Neraca perdagangan Indonesia selama April 2019 mencatatkan defisit yang cukup dalam, yakni USD 2,5 miliar atau sekitar Rp 36 triliun (kurs Rp 14.400 per dolar AS). Bahkan defisit neraca perdagangan bulanan ini merupakan yang terparah sepanjang sejarah. Sebelumnya, defisit neraca perdagangan tahun 2018 juga tercatat paling tinggi sejak 1945.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan pernah menyentuh USD 2,3 miliar di Juli 2013. Artinya, defisit neraca dagang selama bulan lalu merupakan yang terdalam.
"Untuk defisit USD 2,5 miliar bulanan ini, di data saya Juli 2013 itu USD 2,3 miliar defisitnya, enggak ada lagi," ujar Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Rabu (15/5).
Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, defisit neraca perdagangan tersebut perlu diwaspadai. Sebab laju ekspor terkontraksi semakin dalam.
"Walaupun impornya kontraksi, tapi ekspornya kontraksi juga lebih dalam lagi. Jadi ini faktor dari ekspor yang sebetulnya mengalami pelemahan. Kita harus waspada," kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, impor bahan baku dan barang modal juga perlu diantisipasi terhadap industri yang menggunakan. Sebab, penurunan tajam impor sektor tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) dan Jaksa Agung M. Prasetyo memberi keterangan pers tentang hasil putusan gugatan persidangan internasional. Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Menurut dia, kondisi saat ini menggambarkan ekonomi dunia dalam situasi yang tidak mudah. Sebab, industri manufaktur nasional bakal mengalami tekanan yang cukup dalam. Padahal, Indonesia harus mempertahankan tren pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
"Pertanyaannya adalah, apakah sektor lain cukup back up? Dan kalau dari sisi agregat demand-nya, berarti apakah investasi bisa kita jaga? Ini tantangan yang tidak mudah bagi kita," jelasnya.
Defisit neraca perdagangan di bulan lalu lebih disebabkan oleh neraca migas yang juga mencatatkan defisit migas sebesar USD 1,49 miliar, sementara neraca nonmigas defisit USD 1,00 miliar.
Adapun impor migas selama April 2019 tercatat USD 2,24 miliar atau naik 46,99 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Sementara impor nonmigas mencapai USD 12,86 atau naik 7,82 persen (mtm).
Jika dirinci lebih lanjut, impor barang konsumsi mencapai USD 1,42 miliar atau meningkat 24,12 persen (mtm). Hal ini dinilai normal untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadhan dan Lebaran.
ADVERTISEMENT
Adapun impor barang konsumsi yang meningkat antara lain daging (boneless of bovine animal frozen), apel, pir, serta sepatu olahraga.
Secara kumulatif sejak Januari hingga April 2019, total impor sebesar USD 55,77 miliar atau turun 7,24 persen (yoy).
Impor dari China masih mendominasi, yakni mencapai USD 14,37 miliar atau naik 29,47 persen (yoy). Disusul oleh impor dari Jepang sebesar USD 5,32 miliar atau naik 10,92 persen (yoy), dan Thailand sebesar USD 3,21 miliar atau naik 6,59 persen (yoy).