Fintech di Luar Jawa Perlu Berkembang, Apa yang Harus Dilakukan?

15 Juni 2019 18:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pemerintah tengah menggalakkan fintech (financial technology) di Indonesia agar bisa berkembang. Tujuannya untuk meningkatkan inklusi keuangan di tengah masyarakat, utamanya yang tak tersentuh perbankan.
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) misalnya, selain regulasi juga tampak bahu membahu dengan asosiasi guna membangun ekosistem bisnis fintech. Namun, persebaran bisnis fintech saat ini masih tersentralisasi di Jakarta dan Jawa. Sedangkan, fintech masih belum menggeliat di luar Jawa.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi mengatakan fintech yang saat ini terdaftar di OJK masih minim. Dari total 113 fintech yang telah berizin hingga 15 Mei 2019 ini, hanya ada satu fintech di luar Jawa yaitu berada di Lampung.
“Karena konsentrasi sangat tak berkeadilan ada di pulau Jawa. Dengan hadirnya fintech bisa memperbaiki distribusi pendanaan,” ujarnya ketika ditemui di Rumah Perubahan, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (14/6).
Berkenaan itu, Hendrikus lantas menyebut, pihaknya bakal menaruh perhatian lebih terhadap fintech dari luar Jawa untuk kemudahan mendaftar.
ADVERTISEMENT
“Di luar Jawa seminggu akan kami keluarkan. Tapi jadi enggak fair? Itu salah satu pertimbangan,” kata dia.
Lantas, apa yang perlu segera dilakukan agar fintech dari luar Jawa bisa turut berkembang?
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi dalam acara AFPI Summit 2018 Fintech P2P Lending di Rumah Perubahan, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (14/6). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah mengungkap hal vital yang mesti segera difokuskan ialah sosialisasi. Sebab, fintech adalah sesuatu yang terbilang baru, apalagi bagi daerah luar Jawa yang notabene terbatas akses.
"Kuncinya di sosialisasi, kita kan melakukan sosialisasi keluar Jawa. Tujuannya, mau menginformasikan ke masyarakat adanya fintech," ujarnya ditemui di kesempatan sama.
Ia menerangkan, banyak mindset masyarakat di daerah yang belum memahami seluk beluk fintech. Termasuk, fintech yang banyak dianggap sebagai bisnis eksklusif yang hanya bisa dikembangkan atau berbasis di daerah Jawa.
ADVERTISEMENT
Kus panggilan akrab Kuseryansyah itu, menerangkan sebetulnya kondisi luar Jawa cukup potensial untuk pengembangan fintech. Ia menambahkan, tiap daerah memiliki keunikan masing-masing kaitannya dengan potensi pendanaan fintech.
"Kita juga mau ketemu dengan kalangan usaha di daerah, supaya meng-encourage bisnis fintech, karena mereka pada dasarnya punya ekosistem di daerah, tau uniqueness behaviour-nya mereka tahu," papar dia.
Menyoal permodalan untuk bisnis fintech, Kus juga menyampaikan para pengusaha di daerah juga sudah cukup mumpuni.
"Bisnis P2P pada dasarnya modal register Rp 1 miliar, untuk izin Rp 2,5 miliar. Banyak sekali pengusaha di daerah tapi kendalanya di knowledge-nya. Makanya approach-nya ke bisnis ini adalah eks banker, eks finance, eks koperasi atau orang-orang yang sudah ada ekosistem," kata dia.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dalam hal teknologi, pihaknya sebagai asosiasi juga mengatakan bisa membantu dalam hal penyediaan link jaringan. Di sisi lain, kata dia, dalam pembuatan fintech sebetulnya ada banyak tools atau aplikasi yang ready to use alias sudah siap digunakan. Dengan begitu, selain biaya bisa dipangkas juga lebih praktis.
"Sebenarnya kalau teknologi, kan teknologi yang ada di Jakarta bisa diambil ke daerah, cuma mereka punya informasi enggak, nah asosiasi kalau mereka datang kita beri tahu," imbuhnya.
Lebih lanjut lagi, Kus mengatakan kekompakan berbagai stakeholder untuk menjadikan bisnis fintech lebih membumi di kalangan masyarakat utamanya di luar Jawa menjadi PR penting.
Salah satu upayanya, menurutnya perlu adanya pendekatan ke masyarakat dari lini yang paling kecil hingga kolektif masyarakat. Mulai dari ke komunitas anak muda hingga usaha berbasis koperasi di daerah.
ADVERTISEMENT
"Nah ini nanti bisa jadi model untuk hybrid antara offline to online," pungkasnya.