Fraksi PKS Kritik Wacana Pajak Sembako: Jangan Sistem Kebut seperti Omnibus Law

11 Juni 2021 16:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sembako. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sembako. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana pemerintah menarik pajak atas barang kebutuhan pokok alias sembako masih terus menuai reaksi kritik. Padahal salah satu kebijakan di sektor perpajakan ini masih baru sebatas wacana.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri sebelumnya menolak untuk menjelaskan terkait rencana PPN sembako ini kepada Komisi XI DPR RI. Penolakan itu ia landasi atas alasan etika politik, mengingat pemerintah dan DPR belum membahas revisi kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Teranyar, adalah anggota Komisi XI Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam yang melontarkan kritik terhadap keputusan pemerintah. Langkah tersebut ia anggap sebagai buah kebijakan yang dibikin terburu-buru.
Sistem kebut ini, bahkan sampai ia sandingkan dengan Undang-undang Cipta Kerja yang sebelumnya digodok dan disahkan pemerintah dan DPR.
"Jangan seperti Omnibus Law lah, sistem sekejap, sistem kebut. Dengan DPR lancar lah sekarang dalam tanda petik dalam gerbong pemerintah semuanya. Harus ada balancing dari DPR, termasuk masyarakat," jelas Ecky dalam forum bertajuk Untung Rugi Pengenaan Pajak Sembako yang digelar Alinea, Jumat (11/6).
Ilustrasi pedagang sembako. Foto: ANTARA FOTO / Makna Zaezar
Ia menyayangkan kadung gaduhnya rencana tersebut di tengah publik. Menurut Ecky, ini bisa terjadi lantaran tak bagusnya komunikasi pemerintah dalam menyusun kebijakan. Idealnya, kata dia, sebelum rancangan undang-undang diusulkan, sudah lebih dulu ada grand design yang didiskusikan bersama dengan DPR.
ADVERTISEMENT
Belajar dari yang sudah-sudah, menurutnya cukup banyak kebijakan ekonomi yang dibikin dadakan. Bahkan jauh sebelum situasi genting pandemi COVID-19 terjadi, kebiasaan tersebut sudah sempat terjadi.
"Jadi harus benar-benar jujur mengelola pajak, jangan sesuai permintaan dan kepentingan sesaat. Karena sering kali kebijakan insentif fiskal mendadak, surprise, the last minute," tuturnya.
Ekonom CORE Indonesia, Piter Abdullah, juga mengakui adanya miskomunikasi terkait kebijakan tersebut. Ia menilai isu ini juga muncul sangat tidak tepat waktu lantaran dampak pandemi masih cukup besar.
"Komunikasinya kedodoran sekali, pemerintah reaktif, seharusnya sudah menyadari sejak awal isu ini sensitif, PPN sembako, pendidikan. Dan kalau memang seharusnya dilakukan, disiapkan secara matang argumentasinya," pungkas Piter.