news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Gelombang PHK di Balik Anjloknya Harga Daging Ayam

1 September 2020 8:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Giyono memberi makan ayam di peternakan miliknya di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Giyono memberi makan ayam di peternakan miliknya di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Peternak ayam menjerit lantaran harga daging ayam anjlok menjadi Rp 10.000 per ekor. Padahal biaya produksi untuk satu ekor ayam sekitar Rp 17.500 per ekor.
ADVERTISEMENT
Ketua Presidium Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi, menjelaskan penurunan harga ayam ini disebabkan minimnya permintaan di tengah pandemi.
Menurut dia, banyaknya pabrik-pabrik yang tutup akibat pandemi virus corona, banyak pekerjanya yang terkena PHK atau dirumahkan.
Hal itu membuat Warteg dan Warung Padang yang mayoritas pelanggannya pekerja pabrik atau buruh, menjadi sepi. Permintaan daging ayam dari Warteg dan Warung Padang pun merosot.
"Industri itu menyerap tenaga kerja besar. Seperti Nike, Adidas, garmen, elektronik, motor, mobil. Yang tutup banyak. Industri serapannya banyak, pekerjanya langganan Warteg atau Warung Padang," katanya kepada kumparan, Senin (31/8).
Penyebab lainnya adalah kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta Working from Home (WFH). Kebijakan tersebut membuat aktivitas ekonomi terbatas dan berimbas terhadap penjualan ayam.
Ilustrasi daging ayam. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi penurunan konsumsi daging ayam per kapita di Indonesia sepanjang semester I 2020 menjadi 9 kilogram (kg) dibanding periode di luar pandemi sekitar 13 kg.
ADVERTISEMENT
"Bukan over supply, karena jumlah impor babon malah turun. Nah data BPS menunjukkan bahwa konsumsi per kapita yang hampir 13 kilo sekarang turun 9 kilo," katanya.
Ki Musbar menuturkan, selama ini perunggasan nasional tidak berkaca pada data yang ada. Penurunan data ini menunjukkan daging ayam tidak terserap secara maksimal di pasar.
Menurut dia, dalam situasi seperti ini yang paling dirugikan adalah peternak mandiri. Sebab para peternak mandiri harus bersaing dengan perusahaan ayam yang menjual ke pasaran.
Berdasarkan catatannya, hanya ada lima perusahaan ayam yang memiliki pengolahan ayam dari hulu hingga hilir. Menurut dia, Perusahaan tersebut tidak terlalu terdampak pandemi virus corona.
"Kalau per kapita turun karena aktivitas ekonomi berkurang itu wajar. Hanya karena sekarang harus dilihat dong yang menjerit siapa? korporasi ada 48 broiler, ada Charoen Pokphand Japfa mereka nggak rugi. Yang rugi itu peternak broiler mandiri yang tidak terafiliasi dengan salah satu dari 48 korporasi itu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini: