Greenflation Disebut Gibran saat Debat Cawapres, Sudah Terjadi di RI?

22 Januari 2024 14:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) tiba di lokasi Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) tiba di lokasi Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Greenflation atau green inflation menjadi istilah yang diperdebatkan antara cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka dengan cawapres 03 Mahfud MD saat debat cawapres Minggu malam (21/1).
ADVERTISEMENT
Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB), mendefinisikan greenflation sebagai inflasi yang diakibatkan adanya transisi energi. Hal ini terjadi karena harga bahan mentah meningkat akibat adanya transisi ke energi hijau.
Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies, Ali Mahmudi, memberi contoh transisi energi di Indonesia yang menggunakan bahan pangan seperti minyak sawit dan jagung untuk memproduksi energi berupa biodiesel dan bioetanol.

Lantas, apakah kenaikan harga pangan imbas transisi energi sudah terjadi di Indonesia?

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengatakan pemerintah saat ini memang mulai mengembangkan energi bioetanol dari komoditas pangan, tebu.
Adapun Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). Perpres tersebut mengamanatkan menambah lahan baru seluas 700 ribu hektar untuk perkebunan tebu untuk menuju swasembada gula dan energi bersih.
ADVERTISEMENT
Hadirnya Perpres 40 tahun 2023 tersebut diharapkan dapat memberi tambahan suplai 1,2 juta kilo liter bioetanol sebagai bahan campuran bensin.
"Saat ini fokus sufficient dulu. Ke depan antara energi dan pangan dua-dua harus dikerjakan," kata Arief kepada kumparan, Senin (22/1).
Sedangkan keterkaitannya dengan kenaikan harga pangan, Arief mengatakan dampaknya belum banyak. "Malah untuk menaikkan harga CPO saat produksi banyak dan harga jatuh dipakai sampai dengan B35. Belum banyak," pungkas Arief.

Sebabkan Krisis Pangan Dunia 2008

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, mengatakan transisi energi dengan menggunakan sumber bahan pangan sempat membuat dunia mengalami krisis pangan.
Dwi menjelaskan, sudah sewajarnya ketika pemakaian energi baru terbarukan digenjot, maka komponen penyusun energi tersebut harganya akan naik, seperti halnya komoditas pangan yang digunakan sebagai biodiesel dan bioetanol.
ADVERTISEMENT
"Dan itu pernah terjadi yang menyebabkan krisis pangan dunia tahun 2007-2008. Itu pernah terjadi, nyata," kata Dwi.
Dia menjelaskan, pada 2007 pemerintah Amerika Serikat membuat kebijakan konversi jagung untuk energi. Amerika Serikat sendiri menjadi negara terbesar produsen jagung di dunia.
"Karena apa, pada 2007 pemerintah Amerika Serikat memutuskan sepertiga jagungnya, jagung yang dihasilkan dikonversi jadi etanol. Sehingga terjadi lonjakan harga pangan yang menyebabkan krisis pangan dunia," pungkasnya.