Guru Besar IPB dan Walhi Sebut Food Estate Gunung Mas Gagal

22 Januari 2024 13:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanaman jagung di dalam kantung plastik polibag di area proyek food estate Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Foto: Walhi Kalteng
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman jagung di dalam kantung plastik polibag di area proyek food estate Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Foto: Walhi Kalteng
ADVERTISEMENT
Kritik terhadap program Food Estate di Gunung Mas Kalimantan Tengah yang diklaim berhasil oleh cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka pada debat kemarin malam, dikirik oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Guru Besar IPB, Dwi Andreas Santosa.
ADVERTISEMENT
Direktur Walhi Kalimantan Tengah, Bayu Herinata, mengatakan food estate singkong di Gunung Mas telah merusak lingkungan dengan membabat hutan yang sebabkan bencana ekologis banjir.
"Lahan singkong gagal tanam dan diganti dengan jagung yang juga enggak maksimal tumbuhnya, dan belum ada panen sampai hari ini," kata Bayu kepada kumparan, Senin (22/1).
Bayu menjelaskan, food estate di Gunung Mas tersebut sempat mangkrak hampir 2 tahun sejak dibuka 2021 lalu. Pada September-Oktober 2023, kata Bayu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengunjungi food estate Gunung Mas untuk memulai penanaman jagung, yang sebenarnya lahan itu disiapkan untuk menanam singkong.
"Jagung ini dipilih menurut kami modusnya hampir sama, karena komoditas awal yang ditanam singkong terbukti gagal dan mereka sebenarnya secara tidak langsung mengakui dengan mengubah komoditas yang ditanam tadi. Itu kan berarti tidak jalan sesuai dengan perencanaan dan target," kata Bayu.
ADVERTISEMENT
Bayu menjelaskan, kondisi food estate Gunung Mas yang diklaim Gibran berhasil tersebut per hari ini sebagian besar dari 700 hektar lahannya masih mangkrak. Hanya 30 persen dari luasan tanah di sana yang ditanami jagung, dan sebagian kecil singkong.
Tetapi masalahnya, lanjut Bayu, lahan food estate di Gunung Mas tidak cocok untuk ditanami. Pengelolaan lahannya pun terkesan asal-asalan, menanam jagung di media polybag, dan tanahnya mendatangkan tanah dari luar lokasi food estate. Belum lagi, pemerintah memaksakan irigasi pengairan dengan memasang tandon-tandon air.
Menurut Bayu, agar pemerintah ingin dicap berhasil, maka mengganti singkong dengan jagung, karena jagung lebih tahan dan lebih cepat panen.
"Hari ini karena jagung ini relatif cepat masa tanam dan panennya hanya butuh 60 harian, jadi kalau mereka tanam Oktober-November (2023), mungkin Januari ini sudah bisa panen. Tapi info yang kami temukan belum ada aktivitas pemanenan di lokasi food estate," pungkas dia.
Foto udara areal lumbung pangan nasional 'food estate' komoditas singkong di Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Foto: Makna Zaezar/Antara Foto
Tata Kelola Ngawur
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa juga mengatakan food estate Gunung Mas di Kalteng yang diklaim Gibran berhasil, gagal total.
Dwi menjelaskan, proyek food estate jadi wacana lama sejak tahun 1996. Pelaksanannya juga angin-anginan, alias sempat dihentikan kemudian dibuka lagi ketika rezim berganti, termasuk di era Presiden Jokowi ini.
"Lalu kemudian di 2020 dikembangkan lagi food estate, salah satunya di Kalteng. Lalu dibuka lahan baru yang kita kenal sebagai Gunung Mas. Dan bagaimana ceritanya? Gagal total juga," kata Dwi.
Pakar yang mendapat gelar Doktor di Faculty of Life Science, Technische Universitaet, Braunweig, Jerman tersebut mejabarkan ada 4 pilar kaidah ilmiah yang harus dipenuhi untuk pengembangan food estate. Yang pertama adalah kelayakan tanah dan agroklimat.
ADVERTISEMENT
"Kalau bicara Gunung Mas, itu saja sudah dilanggar. Bagaimana bisa tanam di lahan berpasir di bawahnya sekitar kedalaman 30-40 cm itu lapisan padat. Itu sudah melanggar pilar pertama, kelayakan tanah dan agroklimat. Padahal ada pilar lainnya," kata Dwi kepada kumparan.
Pilar kedua adalah kelayakan infrastruktur, yang terdiri dari jaringan irigasi dan jalan usaha tani. Menurutnya jaringan irigasi menjadi sangat penting, sementara di food estate Gunung Mas seperti keterangan Walhi Kalteng ternyata menggunakan tandon air. "Kalau tata kelola air hancur-hancuran, jangan berharap itu berhasil," tegas Dwi.
Kemudian, pilar ketiga adalah aspek budidaya dan teknologi yang menyangkut varietas bibit unggul dan teknologi pertanian. Dan pilar terakhir adalah sosial dan ekonomi. Dia mencontohkan gagalnya rice estate di Merauke garapan Jokowi yang gagal karena melanggar pilar keempat ini.
ADVERTISEMENT
"Salah satu kegagalan rice estate di Merauke 1,2 juta ha, dari mana kita dapat petani 600 ribu orang, wong penduduk Merauke saja hanya 174 ribu," jelas dia.
Sebelumnya pada debat Cawapres semalam, Gibran mengakui food estate ada yang gagal, tapi ada juga yang berhasil. Dia mencontohkan food estate Gunung Mas, kemudian meminta lawannya, Mahfud MD mengecek sendiri data-datanya. Untuk membuktikan, Dwi menyarankan langsung melihat lokasinya sendiri.
"Gunung Mas ini kan konyol sekali kan. Tanahnya itu podsol, pasir. Melakukan apa pun pasti enggak bisa. Tanam singkong, singkongnya mati. Lalu menteri yang sekarang supaya itu kelihatan bisa, ditanam jagung di dalam polybag. Lah ini apa-apaan sih. Keluar (anggaran pemerintah) Rp 54 miliar," ujarnya.
ADVERTISEMENT