news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Guru Besar UI: Protes Keras ke China Soal Natuna Tak Cukup

31 Desember 2019 11:59 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hikmahanto Juwana Foto:  Okke Oscar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hikmahanto Juwana Foto: Okke Oscar/kumparan
ADVERTISEMENT
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyikapi protes Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia soal keberadaan kapal Coast Guard China yang memasuki ZEE Indonesia di perairan Natuna. Kapal Coast Guard tersebut mengawal kapal-kapal nelayan China untuk mencuri ikan di perairan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, Hikmahanto menilai sebanyak-banyaknya protes diplomatik tidak akan berpengaruh pada aktivitas para nelayan dan Coast Guard China yang tetap akan memasuki wilayah ZEE Indonesia di perairan Natuna. China masih berpegangan pada peta 9-dash, di mana Natuna diklaim masuk ke dalam teritori penangkapan tradisional nelayan mereka.
"Ini karena China menganggap ZEE Natuna tidak ada. Justru yang dianggap ada adalah wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China," ungkap Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/12).
Oleh karenanya, Hikmahanto menyebut China akan terus melindungi nelayan-nelayan mereka untuk melakukan penangkapan ikan di perairan yang diklaim Indonesia sebagai ZEE Natuna.
Bahkan Coast Guard China akan mengusir dan menghalau nelayan-nelayan Indonesia yang melakukan penangkapan ikan.
"Oleh karenanya yang dibutuhkan tidak sekedar protes diplomatik oleh pemerintah Indonesia, tetapi kehadiran secara fisik otoritas perikanan Indonesia di ZEE Indonesia. Mulai dari KKP, TNI AL dan Bakamla," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Para nelayan Indonesia pun harus didorong oleh pemerintah untuk mengeksploitasi ZEE Natuna. Bahkan para nelayan Indonesia pun dalam menjalankan aktivitas harus diberi pengawalan oleh otoritas Indonesia.
Pengawalan ini dilakukan karena mereka kerap mendapat halauan atau pengusiran dari Coast Guard China.
Kehadiran secara fisik wajib dilakukan oleh pemerintah karena dalam konsep hukum internasional klaim atas suatu wilayah tidak cukup sebatas klaim di atas peta atau melakukan protes diplomatik tetapi harus ada penguasaan secara efektif (effecive control).
"Penguasaan efektif dalam bentuk kehadiran secara fisik ini penting mengingat dalam Perkara Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia melawan Malaysia, Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia atas dasar ini," tegasnya.