Hadapi Transisi Energi, Kilang Pertamina Kembangkan Petrokimia hingga Bioavtur

17 November 2021 13:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kilang Pertamina Balikpapan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kilang Pertamina Balikpapan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tren kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan petrokimia hingga 2030 diperkirakan masih akan terus meningkat. Di sisi lain, kapasitas kilang belum bisa memenuhi kebutuhan BBM maupun petrokimia.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Pertamina Kilang International (KPI), Djoko Priyono, mengatakan kebutuhan BBM diperkirakan mencapai 1,5 juta barel per hari (bopd) hingga 2030, sedangkan kapasitas kilang saat ini 700 ribu bopd atau ada selisih 800.000-an bopd. Sementara itu, kebutuhan petrokimia hingga 2030 mencapai 7.646 kilo ton per tahun. Saat ini di dalam negeri baru bisa memproduksi produksi 1.000 kilo ton per tahun.
“Untuk mengatasi gap tersebut sekaligus menuju transisi energi, ada lima inisiatif di sektor energi dan petrokimia yang dilakukan KPI,” kata Djoko pada Webinar Kilang Dalam Transisi Energi, Roadmap Pengembangan Kilang dan Petrokimia, Green Fuel Serta Hilirisasi Produksi yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (16/11).
Menurut Djoko, lima inisiatif adalah arah yang dilakukan kalau terjadi penurunan konsumsi BBM, yakni konversi dari produk BBM ke bahan baku petrokimia hingga petrokimia. Sebelum 2020 solar masih impor, dengan adanya B10-B20 hingga kini tidak ada lagi impor solar dan avtur.
ADVERTISEMENT
“RDMP fokus pada gasoline Pertaseries, yang sampai 2030 diprediksikan masih ada gap sehingga beberapa RU (Refinery Unit) fokus pada gasoline Pertaseries, Selain itu, kami juga meningkatkan kualitas produk dari Euro 2 ke Euro 5,” ungkap Djoko.
Pertamina lanjutkan proyek GRR Tuban ke proses desain rinci. Foto: CIKA Indonesia
Untuk GRR Tuban diharapkan mampu memproduksi 30 persen kebutuhan petrokimia di dalam negeri. Pengembangan petrokimia juga dilakukan dengan meningkatkan produksi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), anak usaha KPI. Hal ini dilakukan apabila kebutuhan BBM bisa disubstitusi ke energi terbarukan.
“Akan di-convert ke petrokimia untuk kebutuhan dalam negeri. Apalagi saat ini kebutuhan petrokimia dalam negeri 70 persen masih impor,” kata dia.
Pertamina dan PTDI Uji coba penggunaan bioavtur di pesawat CN235. Foto: Dok. PTDI
Inisiatif lainnya, lanjut Djoko, KPI akan mengembangkan produk turunan kilang, akan diperhatikan sampai betul-betul produk downstream, seperti untuk bahan baku ban maupun parafin. Semua bahan baku ada di kilang untuk produk produk tersebut sampai pada end customer. KPI juga akan mengembangkan biorefinery, feedstock dari sawit.
ADVERTISEMENT
“Ini dalam upaya mengantisipasi transisi energi, juga dalam rangka konversi apabila terjadi penurunan konsumsi BBM. Tentunya akan sangat mengurangi CAD (current account deficit) pemerintah apabila petrokimia bisa diproduksi dalam negeri,” kata Djoko.
KPI akan beradaptasi dengan merencanakan produksi petrokimia dari bahan baku yang dihasilkan kilang. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tantangan yang akan dihadapi dalam bisnis BBM yang dikelola ke depan. Selain karena pergeseran demand akibat transisi energi juga dipengaruhi gross margin bisnis pengolahan BBM yang masih tertekan.