Harga Batu Bara dan Permintaan Merosot, Laba PT Bukit Asam Anjlok 35,64 Persen

30 September 2020 12:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Arviyan Arifin. Foto:  Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Arviyan Arifin. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Sepanjang semester I 2020, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,3 triliun. Angka tersebut anjlok 35,64 persen dibandingkan dengan capaian semester I 2019 yang tercatat sebesar Rp 2,02 triliun.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama Bukit Asam, Arviyan Arifin mengatakan perolahan laba bersih perseroan anjlok akibat pandemi COVID-19 yang menekan tidak hanya harga batu bara tapi juga volume permintaan sepanjang enam bulan pertama di 2020.
“Memang kalau kita kita bandingkan dengan tahun lalu, kinerja ini memang sedikit lebih rendah. Ini karena dampak pandemi COVID-19 yang kita rasakan sejak Maret hingga hari ini,” ungkap Ariviyan dalam konferensi pers virtual, Rabu (30/9).
Pendapatan emiten tambang pelat merah ini juga turun secara year on year, dari Rp 10,6 triliun menjadi Rp 9,01 triliun. Menurut Ariviyan, penurunan permintaan terjadi baik dari dalam negeri yakni dari PT PLN (Persero) serta dari negara-negara tujuan ekspor lainnya.
“Kita perhatikan baik permintaan dalam negeri dan ekspor mengalami penurunan yang luar biasa. Ini tidak lepas dari penggunaan batu bara dari negara-negara dan PLN sendiri,” ujarnya.
Sebuah kapal tongkang membawa batu bara yang menunggu masuk bongkar muat di pelabuhan tanjung priok. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kondisi ini diperparah dengan merosotnya harga batu bara di atas 20 persen. Ariviyan merinci harga batu bara acuan (HBA) turun dari USD 66 per ton di Januari 2020 menjadi USD 52 per ton saat ini.
ADVERTISEMENT
Meski demikian Arviyan mengklaim, perseroan masih bisa mencatatkan laba bersih karena pihaknya melakukan beberapa efisiensi seperti menurunkan biaya operasional, menurunkan harga pokok produksi (HPP), dan menurunkan biaya usaha.
Misalnya pasa pos biaya pokok, perseroan berhasil menurunkan dari Rp 6,9 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp 6,4 triliun pada semester I 2020. Kemudian, biaya penjualan dan pemasaran dari Rp 389,2 miliar pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 341,84 miliar.
“Biaya biaya yang memang tidak begitu berpengaruh pada usaha dan produksi itu kita hentikan. Ini kita lakukan,” tandasnya.