Harga BBM Tetap hingga Juni 2024, Pemerintah Diimbau Cermati Kesehatan APBN

17 April 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Acara MyPertamina Tebar Hadiah 2024 di SPBU COCO Pertamina Fatmawati, Jakarta, Rabu (6/3/2024). Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Acara MyPertamina Tebar Hadiah 2024 di SPBU COCO Pertamina Fatmawati, Jakarta, Rabu (6/3/2024). Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebijakan pemerintah tidak menaikkan harga BBM PT Pertamina (Persero) hingga Juni 2024 di tengah eskalasi konflik Iran-Israel dinilai perlu mempertimbangkan kesehatan APBN. Apalagi, memanasnya konflik dua negara tersebut mengancam lonjakan harga minyak mentah dunia.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, setiap kenaikan harga minyak mentah, beban subsidi dan kompensasi energi akan meningkat. Jika harga produknya tidak ikut naik, maka beban keuangan negara akan semakin berat.
Direktur Eksekutif Reforminer, Komaidi Notonegoro, mengatakan walaupun fokus utama pemerintah saat ini menjaga daya beli masyarakat, namun perlu juga mencermati kondisi APBN dan kinerja perusahaan.
"Saya kira harus balance sih antara kepentingan daya beli dan keuangan perusahaan maupun kesehatan di APBN, karena ini melibatkan banyak hal jadi tidak tunggal saja," ujar Komaidi saat dihubungi kumparan, Rabu (17/4).
Komaidi mengungkapkan, subsidi dan kompensasi yang membayar selisih harga jual BBM dengan harga pasar merupakan tanggungan negara. Sebab, Pertamina sebagai badan usaha penugasan tetap bisa menjalankan prinsip bisnis sebagaimana mestinya.
ADVERTISEMENT
"Ujung-ujungnya juga kembali ke negara itu sendiri, tapi kalau tidak diperlakukan sebagaimana mestinya, kalau tidak berkembang, kerugiannya juga yang menanggung negara, jadi pemerintah harus lebih bijaksana dalam menyikapi hal ini," jelasnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, berpendapat ditahannya harga BBM hingga Juni 2024 ini hanya solusi sementara saja.
Begitu harga minyak naik lebih dari 7 persen sampai 9 persen dibanding harga tahun lalu dan rupiah melemah semakin dalam, kata Bhima, maka tidak ada opsi selain mengurangi kuota penyaluran atau menaikkan harganya.
"Sekarang tinggal pilih mau kuota BBM subsidinya dikurangi dan timbul antrean di mana-mana atau harga naik," tegas Bhima.
Bhima menyebutkan, jika pemerintah menahan harga BBM maka konsekuensinya perlu segera buat APBN perubahan untuk menggeser berbagai alokasi belanja ke penambahan subsidi energi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan pemerintah akan mengevaluasi kembali alokasi subsidi energi dengan menyesuaikan kenaikan harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah.
"(Evaluasi subsidi energi) akan dilakukan setelah bulan Juni," ungkap Airlangga saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (16/4).
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan setiap kenaikan USD 1 harga minyak mentah, beban subsidi dan kompensasi energi akan naik sekitar Rp 3,5 triliun hingga Rp 4 triliun. Dampak ini belum mempertimbangkan kenaikan nilai tukar rupiah.
"Belum lagi kalau rupiah tiap naik 1 dolar 100 rupiah juga cukup besar. Makanya kita harus hemat energi, efisiensi energi ini harus terus dicanangkan dikerjain dan diprogramkan," tutur Arifin.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, dia memastikan pemerintah masih konsisten meminta Pertamina menahan kenaikan harga BBM hingga Juni 2024. Arahan ini sudah berlaku sejak Februari 2024 untuk meredam gejolak inflasi.
"Sekarang kita tahan, sementara stok aman. Tapi kita lihat perkembangannya ke depan, ya mudah-mudahan enggak ada eskalasi konflik Iran-Israel," ujar Arifin.