Harga Beras Mahal, Suku Bunga BI 6,25 Persen Belum Bisa Tahan Rupiah Melemah

27 April 2024 11:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pedagang beras di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur pada Selasa (12/3/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang beras di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur pada Selasa (12/3/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps atau 0,25 persen menjadi 6,25 persen di bulan April 2024.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Pilarmas Investindo Sekuritas menilai kenaikan suku bunga BI masih belum cukup meredam tingginya nilai dolar Amerika Serikat (AS), sehingga kebijakan atau stimulus tambahan diperlukan guna menstabilkan nilai rupiah.
Salah satu dampaknya yaitu harga eceran tertinggi (HET) beras premium sebesar Rp 14.900–Rp 15.800 per kilogram dan HET beras medium sebesar Rp 10.900–Rp 11.800 per kilogram. Hal ini disebabkan pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS sehingga biaya impor beras pun melambung.
“Pelemahan rupiah yang signifikan akan selalu memberikan dampak positif atau negatif kepada masing masing sektor,” jelas Pilarmas Investindo Sekuritas dalam risetnya, dikutip Sabtu (27/4).
Tidak hanya beras, sebagian besar bahan pangan mengalami kenaikan harga rata-rata secara nasional mulai dari jagung, daging ayam, daging sapi, cabai merah keriting, cabai rawit merah, kedelai, tepung terigu, minyak goreng curah, telur, dan gula.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata beras premium naik 0,13 persen menjadi Rp 15.870 per kilogram dan harga beras medium naik tipis 0,07 persen menjadi Rp 13.690 per kilogram.
Harga Beras Impor Jadi Mahal Imbas Rupiah Tertekan
Direktur Utama Bulog, Bayu Krisnamurthi mengaku, harga beras dan jagung impor penugasan pemerintah menjadi lebih mahal imbas rupiah melemah.
"Dampaknya kalau terjadi peningkatan dolar atau pelemahan rupiah maka itu langsung (naik). Jadi tonase (beras dan jagung impor) dikali dengan harga dikali dengan kurs. Kalau kursnya naik 10 persen maka total kebutuhan biaya untuk membayar impor naik 10 persen. Itu langsung (naik) sifatnya," kata Bayu saat media gathering di kantornya, Kamis (25/4).
Asumsi harga beras impor yang dipakai Bulog adalah dengan dolar sesuai asumsi APBN. Sehingga bila dolar sudah melebihi asumsi APBN, akan mengakibatkan kenaikan biaya yang dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan mengapa Bulog memberikan aspirasi perlunya kebijakan stabilisasi pangan jangka panjang adalah untuk juga mengelola risiko-risiko seperti pelemahan rupiah.