Harga Daging Ayam Anjlok karena Banyak Pelanggan Warteg di-PHK

31 Agustus 2020 12:09 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi daging ayam. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi daging ayam. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peternak ayam membagi-bagikan ayam secara gratis terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Kabupaten Jember, Jawa Timur dan Kabupaten Tabanan, Bali. Aksi ini lantaran harga ayam yang anjlok di tengah pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Ketua Presidium Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi menjelaskan, penurunan harga ayam ini terjadi karena permintaan pasar yang menurun secara signifikan. Ia menyebut banyaknya pabrik-pabrik yang tutup membuat daging ayam tak terserap pasar.
“Padahal kalau kita melihat, industri itu menyerap tenaga kerja besar Nike, Adidas, garmen, elektronik motor mobil pabrik yang tutup nggak main main banyak. Padahal itu industri serapan banyak tenaga kerja yang langganan warteg, atau warung padang,” ungkapnya kepada kumparan, Senin (31/8).
Selain itu, penyebab lainnya yaitu kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta Working from Home (WFH) akibat pandemi corona juga sangat mempengaruhi penjualan ayam di pasar. Kebijakan tersebut tentu membuat aktivitas ekonomi terbatas dan berimbas terhadap penjualan ayam.
Giyono memberi makan ayam di peternakan miliknya di Dusun Gluntung, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ia mencatat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi penurunan konsumsi daging ayam per kapita di Indonesia sepanjang semester I 2020 menjadi 9 kilogram (kg) dibanding periode di luar pandemi sekitar 13 kg.
ADVERTISEMENT
“Bukan over supply. Karena jumlah impor babon malah turun. Over supply itu kalau demand. Nah data BPS menunjukkan bahwa konsumsi per kapita yang hampir 13 kilo sekarang turun 9 kilo,” tuturnya.
Ki Musbar menuturkan selama ini perunggasan nasional tidak berkaca pada data yang ada. Penurunan data ini menunjukkan daging ayam tidak terserap secara maksimal di pasar. Ia pun memandang dalam situasi seperti ini yang paling dirugikan adalah peternak mandiri.
Sebab, para peternak mandiri harus bersaing dengan perusahaan ayam yang menjual ke pasaran. Berdasarkan catatannya hanya ada lima perusahaan ayam yang memiliki pengolahan ayam dari hulu hingga hilir.
“Kalau per kapita turun kalau aktivitas ekonomi berkurang itu wajar. Hanya karena sekarang harus dilihat dong yang menjerit siapa? korporasi ada 48 broiler, ada Charoen Pokphand Japfa mereka nggak rugi. Yang rugi itu peternak broiler yang mandiri yang tidak terafiliasi dengan salah satu dari 48 korporasi itu,” jelasnya.
ADVERTISEMENT