Harga Minyak Dunia Rendah, Eks Kepala SKK Migas Hitung Harga BBM Rp 5.000-an

11 April 2020 19:31 WIB
Karyawan melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan konsumen di SPBU Coco Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan konsumen di SPBU Coco Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah dunia menunjukkan penurunan yang tajam. Mengutip oilprice.com, Sabtu (11/4), harga minyak mentah jenis Brent Crude berada di level USD 31 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) anjlok ke level USD 24 per barel.
ADVERTISEMENT
Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, mengatakan turunnya harga minyak dunia seharusnya diiringi penurunan harga BBM di dalam negeri, terutama jenis BBM Premium.
Alasannya, kata Rudi, harga keekonomian BBM misalnya pada jenis Premium, juga ikut turun. Menurut hitungannya, harga keekonomian BBM Premium turun dari Rp 8.400 per liter menjadi sekitar Rp 4.800 hingga Rp 5.000 per liter.
"Harga keekonomian (BBM Premium) saat ini sekitar Rp 5000. Dulu nilai keekonomiannya Rp 8.400," kata dia kepada kumparan, Sabtu (11/4).
Rudi menjelaskan, angka keekonomian BBM Premium mencapai Rp 8.400 itu merupakan harga saat minyak mentah periode tahun 2012.
Kala itu harga minyak mentah diasumsikan berada di level USD 105 per barel, dengan kondisi nilai tukar rupiah masih kuat di level Rp 10.000 per dolar Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Sedangkan saat ini kondisi pasar global sangat jauh berbeda. Rupiah melemah terhadap AS di level Rp 16.000 dan harga minyak dunia diasumsikan USD 40 per barel.
"Jadi Rp 8.400 x Rp 15.000 / Rp 10.000 × USD 40 / USD 105 = Rp 4.800. Itu semua sudah termasuk PPn dan keuntungan Pertamina 10 persen," terangnya.
Karyawan melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) kendaraan konsumen di SPBU Coco Plaju, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Karena Indonesia sudah lama menjadi negara pengimpor minyak mentah dan BBM (net importir), Rudi menilai kondisi ini akan berefek pada APBN yang tidak dapat surplus dari sektor minyak dan gas.
Keadaan saat ini, kata dia, bakal mengakibatkan defisit karena konsumsi BBM semakin tinggi, sementara produksi makin turun.
Pemerintah hingga saat ini belum mengambil keputusan untuk menurunkan harga BBM Premium ataupun harga BBM Solar yang disubsidi. Saat ini BBM Premium masih dijual Rp 6.450 per liter.
ADVERTISEMENT
Padahal, pada Rabu (18/3) lalu, Presiden Jokowi meminta para menterinya mengkalkulasi rencana penurunan harga BBM subsidi maupun nonsubsidi.
Jokowi menekankan harga BBM bakal turun seiring dengan merosotnya harga minyak dunia ke level USD 30 per barel.
"Saya minta kalkulasi dihitung dampak dari penurunan ini pada perekonomian kita terutama BBM, baik BBM subsidi dan nonsubsidi," kata Jokowi kala itu.