Harga Solar Naik, BPDPKS Tak Lagi Bayar Insentif Biodiesel hingga Agustus 2022

27 Juli 2022 15:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SPBU Giwangan, Kota Yogyakarta pada Jumat (1/7/2022). Pembelian pertalite-solar menggunakan MyPertamina masih belum diberlakukan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SPBU Giwangan, Kota Yogyakarta pada Jumat (1/7/2022). Pembelian pertalite-solar menggunakan MyPertamina masih belum diberlakukan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan bahwa saat ini harga indeks pasar solar yang merangkak naik, dapat mengurangi beban BPDPKS untuk mendanai program biodiesel.
ADVERTISEMENT
Eddy menjelaskan, BPDPKS memiliki tugas untuk memberikan dukungan dalam bentuk pembayaran insentif biodiesel kepada perusahaan sawit yang memproduksi biodiesel. Ini dilakukan apabila harga biodiesel di atas harga solar, maka selisihnya ditutup oleh BPDPKS.
“Tapi Alhamdulillah sejak bulan Juni harga solar meningkat, harga CPO relatif agak turun, sehingga beban BPDPKS untuk penyaluran (insentif biodiesel) bulan Juli dan mungkin sampai Agustus bisa tidak ada, karena selisihnya tidak ada dan bahkan negatif,” kata Eddy di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (27/7).
Saat ini, pemerintah membuat kebijakan penghapusan pungutan ekspor sementara waktu hingga 31 Agustus 2022. Sehingga dalam periode tersebut pemasukan BPDPKS akan berkurang.
Eddy mengatakan, hal itu berimbas pada penerimaan BPDPKS dalam membiayai program-program BPDPKS seperti pengembangan SDM, termasuk juga program penyediaan biodiesel. Namun kondisi tersebut terbantu dengan harga solar yang saat ini naik.
ADVERTISEMENT
“Sehingga dengan demikian terkompensasi BPDPKS tidak mendapat penerimaan selama 1,5 bulan, tapi terkompensasi juga BPDPKS tidak membayar selisih HIP (harga indeks pasar) khususnya untuk bulan Juli sampai Agustus. Kalau bulan Juni selisihnya sedikit hanya Rp 124 per liter nya,” pungkas Eddy.
Pendapatan yang Hilang Ditaksir hingga Rp 16 Triliun
Sebelumnya, Plt Direktur Kemitraan BPDPKS Kabul Wijayanto menaksir pendapatan BPDPKS yang hilang selama periode penghapusan pungutan ekspor mencapai Rp 16 triliun.
“Kita sudah melakukan proses perhitungan, kurang lebih dalam waktu 1,5 bulan ini Rp 11,5 sampai Rp 16,8 triliun potensi yang seharusnya diterima BPDPKS hilang,” kata Kabul.
Kabul menjelaskan, meskipun ada potensi pemasukan yang hilang, pihaknya tetap berkomitmen menjalankan program-program BPDPKS yang sudah dimandatkan baik di sektor hulu maupun hilir.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah mengalokasikan kurang lebih hampir Rp 1 triliun untuk minyak goreng kemasan, sementara untuk minyak goreng curah kita sudah alokasikan kurang lebih Rp 1,87 triliun," ujarnya.