Hari Ini Satgas BLBI Panggil Kaharudin Ongko, Tagih Utang Rp 8,2 Triliun

7 September 2021 10:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) hari ini, Selasa (7/9) memanggil salah satu obligor BLBI, yakni Kaharudin Ongko.
ADVERTISEMENT
Pemanggilan dilakukan pada pukul 10.00 WIB di Gedung Syafrudin Prawiranegara, Kemenkeu.
Dalam pengumuman panggilan dari Satgas BLBI, Kaharudin memiliki tiga alamat, yaitu di Paterson Hill Singapura, Setiabudi Jakarta Selatan, dan Menteng Jakarta Pusat.
"Agenda menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya sebesar Rp 7,82 triliun dalam rangka PKPS Bank Umum Nasional, dan Rp 359,43 miliar dalam rangka PKPS Bank Arya Panduarta; menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim C," tulis pengumuman Satgas BLBI yang diterima kumparan, Sabtu (4/9).
Jika Kaharudin Ongko tidak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih negara tersebut, maka akan dilakukan tindakan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun kumparan, Kaharudin Ongko adalah mantan pemegang saham tertinggi Bank Umum Nasional (BUN). BUN didirikan pada 2 September 1952, yang pada awalnya dimiliki oleh beberapa tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia) di Jakarta.
Penguman Satgas BLBI atas pemanggilan Kaharudin Ongko. Foto: Dok: Istimewa
Pada April 1972, pengusaha pemilik pabrik keramik KIA (Keramika Indonesia Asosiasi), Kaharuddin Ongko (Ong Ka Huat), membeli saham pengendali BUN. Ia kemudian menyuntikkan dana sebesar USD 2 juta pada tahun 1972. Pengambilalihan ini dilakukan dengan tangan perusahaan Ongko, yaitu PT Kedjajaan Budi.
ADVERTISEMENT
Di bawah kepemimpinan Kaharudin Ongko, bank tersebut menjadi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia pada era 1980-an. Pada tahun 1991, sebanyak 40 persen persen saham bank ini dibeli oleh pengusaha Bob Hasan, setelah kredit macet sempat mengguncang bank ini.
Sebelum dibeli oleh Bob, bank tersebut juga berhasil mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 12 Juli 1990, dengan kode efek BNUM.
Pasca berubahnya kepemilikan saham, Bob menjabat sebagai presiden komisaris, Kaharudin Ongko menjadi wakil presiden komisaris. Era 1990-an, BUN menjadi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.
Krisis ekonomi yang menerjang Indonesia sejak Agustus 1997 membuat BUN di ujung tanduk. Pemerintah kemudian mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menyelamatkan BUN. Namun, dana BLBI ini justru diselewengkan.
ADVERTISEMENT