Hari Pangan Sedunia, Pertanian Ramah Lingkungan Dinilai Perlu Diperluas

16 Oktober 2021 20:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani di lahan gambut. Foto: Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM)
zoom-in-whitePerbesar
Petani di lahan gambut. Foto: Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM)
ADVERTISEMENT
Hari Pangan Sedunia 2021 yang jatuh pada hari ini, Sabtu (16/10) diharapkan mampu mendorong ketahanan pangan. Termasuk dengan memanfaatkan lahan gambut untuk memproduksi pangan dan pertanian yang ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) turut berperan aktif dalam mendukung ketahanan pangan ramah lingkungan dengan melibatkan langsung masyarakat. BRGM melakukan pendekatan 3R untuk menciptakan ketahanan pangan yang ramah lingkungan, yaitu ‘re-wetting’ atau pembasahan gambut dengan membangun infrastruktur pembasahan gambut (IPG) seperti sumur bor dan sekat kanal agar akar tetap basah. Kemudian ‘re-vegetation’ yaitu penanaman kembali tanaman yang rusak.
"Terakhir yaitu revitalisasi ekonomi masyarakat yang ada di areal gambut dan mangrove,” ujar Kabid Pengendalian Kerusakan dan Pemeliharaan Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan Wilman dalam keterangannya, Sabtu (16/10).
Menurut dia, revitalisasi ekonomi tersebut membantu menghidupkan kembali kegiatan masyarakat di lahan gambut, yakni dengan memberikan pengetahuan bagaimana pertanian, peternakan dan perikanan yang tidak merusak dan ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
"Serta beberapa kegiatan lain yang menunjang ekonomi dan kemampuan masyarakat untuk bisa lebih sejahtera,” sambungnya.
Untuk memperluas pertanian yang ramah lingkungan, BRGM juga akan membentuk kelompok tani atau kelompok masyarakat, dengan memberikan mereka bantuan dan pengetahuan agar memanfaatkan lahan gambut. "Masyarakat bisa melakukan pertanian, peternakan dan perikanan ramah lingkungan, sehingga tidak melakukan perusakan gambut maupun mangrove,” ungkapnya.
Sumatera Selatan menjadi salah satu contoh wilayah yang telah memanfaatkan lahan gambut untuk pertanian pangan. Rina Sofiana, Kepala Seksi Pengolahan Hasil dan Mutu, Dinas Pertanian Pangan dan Hortikultura setempat mengatakan, produksi beras yang dihasilkan Sumsel sebanyak 1.451.634 ton. Sementara kebutuhannya sebanyak 832.053 ton beras, sehingga Sumsel masih surplus sekitar 619.581 ton beras.
ADVERTISEMENT
Kepala Desa Ganesha Mukti, Tuwon, mengatakan Sumatera Selatan mendukung penuh program produksi pangan yang lebih ramah lingkungan. Desanya juga telah menghasilkan beras putih dan merah dari lahan gambut.
“Kami biasanya meminta mereka untuk menyimpan hasil tani di lumbung pangan keluarga. Karena pangan merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda, jika perut lapar maka bahaya untuk kehidupan kita,” pungkas Tuwon.
Tuwon juga mengaku warganya kini mempunyai kesadaran tinggi dalam menjaga alam. Dirinya berharap, adanya sinergitas antara BRGM, Dinas Pertanian, dan juga masyarakat bisa menciptakan ketahanan pangan berkelanjutan.
“Kami juga berharap dengan surplusnya pangan dan adanya rencana ‘food estate’, kami bisa mengambil peran di dalamnya agar pangan kita bisa berkesinambungan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mendorong pentingnya kerja sama seluruh negara untuk mengutamakan isu perubahan iklim dalam berbagai sektor, termasuk ekonomi dan keuangan di negara masing-masing. Hal ini disampaikan Sri Mulyani pada pertemuan Koalisi Menteri Keuangan Dunia untuk Aksi Iklim, Selasa (12/10).
ADVERTISEMENT
Adapun, Indonesia dalam hal ini Menteri Sri Mulyani mengetuai kelompok negara berkembang pada koalisi yang menjadi bagian dari rangkaian Pertemuan Tahunan Kelompok Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional 2021.
Perubahan iklim merupakan ancaman bagi umat manusia. Mengutamakan perubahan iklim ke dalam kebijakan diharapkan bisa menyelamatkan bumi dan mendorong pertumbuhan yang lebih baik dan berkualitas.